Jumat, 11 November 2011

Skripsiku BAB I

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam ilmu sastra, ada tiga bidang kegiatan penelitian yang berkaitan dengan sastra dan kesastraan. Ketiganya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Keberadaan masing-masing bidang bersifat saling melengkapi dan saling mendukung. Ketiga bidang itu adalah teori sastra (literary theory), sejarah sastra (literary history), dan kritik sastra (literary criticism). (A. Teeuw, 1983 :134)
Teori sastra, seperti namanya bekerja dalam bidang teori, msialnya menyelidiki hal-hal yang berhubungan dengan apakah sastra itu, apakah hakikat sastra, dasar-dasar sastra, membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan teori sastra, jenis-jenis sastra (genre), teori penilaian dan sebagainya (Pradopo, 1997 : 9). Teori sastra adalah studi prinsip-prinsip sastra, kategori-kategori sastra, kriteria dan sejenisnya (Mahayana, 2005 : 203).
Sejarah sastra bertugas untuk menyususn gerak dialektika perkembangan sastra dari mulai munculnya hingga perkembangannya yang terakhir. Misalnya sejarah timbulnya suatu kesusastraan. Sejarah jenis sastra. Sejarah perkembangan pikiran-pikiran manusia yang dikemukakan dalam karya-karya sastra, dan sebagainya.
Sedangkan kritik sastra adalah ilmu sastra yang berusaha menyelidiki karya sastra dengan langsung menganalisis, memberi pertimbangan baik-buruknya karya sastra, bernilai seni atau tidak.
Kritik sastra dalam tugasnya sebagai dasar untuk memberi penilaian, melakukan langkah atas metode tertentu. Pendekatan terhadap karya sastra dapat dilakukan melalui dua arah, intrinsik dan ektrinsik. Yang pertama menyelidiki karya sastra atas unsur-unsur formal yang membangunnya. Yang kedua, menyelidiki karya sastra dengan memamfaatkan alat Bantu di luar ilmu sastra, seperti sosiologi, filsapat, sejarah dan psikologi.
Seyogyanya, baik pendekatan intrinsik, maupun pendekatan ekstrinsik, melalui penyelidikan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut. Pemaparan (description) yang menjelaskan karya yang diselidiki sebagaimana adanya. Analisis (analysis) yang menguraikan sejumlah unsur yang menonjol. Penafsiran (interpretation) yang menjelaskan semua unsur tadi dengan dasar penafsiran setelah dilakukan penelitian/penelaahan. Lalu yang terakhir memberi penilaian (evaluation). Pada langkah terakhir ini, kritik sastra menyodorkan berbagai alasan atas berhasil atau kurang berhasil dan tidaknya sebuah karya sastra (Mahayana, 2005 : 221-222).
Jadi tujuan utama kritik sastra adalah memberi penilaian. Dan penilaian itu tidak dapat dilakukan tanpa melihat hakikat dan fungsi karya sastra itu sendiri. Karena Dunia sastra adalah dunia imajinatif. Fakta dalam karya sastra adalah fiksi, hakikatnya fiksionalitas. Rene Wellk (dalam Pradopo, 1997 : 35) membatasai kesusastraan pada seni sastra yang bersifat imajinatif. Karya sastra merupakan hasil percampuran antara pengalaman, imajinasi, kecendikiaan dan wawasan pengarang. Berbagai hal yang dialami pengarang dalam kehidupan ini, direnungkan, dihayati, dievaluasi. Lalu, dengan kemampuan imajinasi dan keluasan wawasan pengetahuannya, pengarang mengungkapkan kembali dengan menggunakan bahasa sebagai medianya.
Dimana dunia sastra dengan berbagai kerumitannya mencoba menyodorkan pemahaman dan keasadaran mengenai situasi dan berbagai masalah yang diahadapi umat manusia. Dalam hal ini, sastra bermaksud menawarkan semacam dunia alternatif. Mungkin pengarang bermaksud memberi hiburan estetik dan sekalian hendak menyentuh rasa dan nilai kemanusiaan atau sengaja menampilkan sesuatu dengan bermaksud hendak menggugah kepeduliannya atas kehidupan yang penuh dengan penomena ini. Disinilah sastra berfungsi sebagai sesuatu yang berguna dan menyenangkan (dulce et utile) menurut rumusan Horace atau menghibur dan sekaligus mengajarkan sesuatu (didactic heresy) menurut rumusan Edgar Alan Poe (dalam Mahayana, 2005 : 220.) dan (dalam Pradopo, 1997 : 45).
Sastra dalam sifatnya yang menyenangkan, menggunakan dan menyodorkan hiburan estetik. Ia menghadirkan sesuatu yang indah. Sementara dalam sifatnya yang berguna dan bermamfaat sastra memberikan pelajaran, pendidikan, dan pedalaman moral. Adapula yang mengatakan bahwa sastra berfungsi untuk memanusiakan manusia. Itulah sebabnya sastra juga dikatakan sebagai “pendidikan yang menyenangkan atau sesuatu yang indah dan bermanfaat”.
Karya sastra merupakan kenyataan struktural (Mahayana, 2005 : 227), maka ia tidak lebih sebagai sebuah struktur. Struktur merupakan sebuah bangunan atau sistem yang disusun atas sejumlah unsur yang saling berkaitan dan bersifat fungsional. Artinya, unsur yang satu berfungsi mendukung unsur yang lainnya dan setiap unsur memiliki peranan, fungsi dan kedudukannya sendiri.
Kemudian dari segi bentuk , sastra dibedakan atas tiga bentuk (genre) yaitu, Prosa, Drama, dan Puisi. Penggolongan ini dibedakan terutama berdasarkan hakikatnya.
Prosa atau yang biasa disebut cerita rekaan, hakikatnya adalah cerita (narasi). Mengingat hakikat prosa adalah cerita (narasi), maka di dalamnya ada pelaku (tokoh), rangkaian cerita (alur), pokok masalah yang diceritakan (tema), pencerita, tempat, waktu, dan suasana cerita (latar).
Hakikat drama adalah dialog. Drama, meski beberapa unsurnya sama dengan unsur prosa, di sana tidak ada pencerita. Tetapi ada yang namanya petunjuk pemanggungan, yaitu keterangan atau penjelasan yang berkaitan dengan latar panggung dan apa yang harus dilakukan atau diperankan oleh tokoh-tokoh dalam setiap adegan (Mahayana, 2005 : 136).
Sementara itu, Puisi, menurut I.A. Richards, (dalam Tarigan, 1993 : 9) mengatakan bahwa suatu puisi mengandun suatu makna, keseluruhan yang merupakan perpaduan dari tema penyair (yaitu mengenai inti pokok puisi itu), perasaannya (yaitu sikap sang penyair terhadap bahan atau obyeknya), nada-nya (yaitu sikap penyair terhadap pembaca dan penikmatnya), dan amanat (yaitu maksud dan tujuan sang penyair), yang bisa disebut struktur bathin atau hakikat puisi. Unsur pembangun puisi yang lain (unsur intrinsik) yang digolongkan kedalam unsur fisik puisi, juga membedakan puisi dengan drama dan prosa. Adapaun unsur fisik puisi tersebut antara lain : diksi, majas, pengimajinasian, tipografi, rima, sarana retorika dan lain-lain. Unsur-unsur puisi tersebut, membedakannya dengan bentuk sastra lain.
Puisi (ragam sastra yang lain), seperti dijelaskan di atas, puisi tercipta dengan kemampuan imajinasi dan keluasan wawasan pengarang, yang menangkap semua gejala kehidupan, yang dituangkan dalam bentuk karya, yang berfungsi sebagai sesuatu yang berguna dan menyenangkan dan sekaligus mengajarkan sesuatu, memberikan pendidikan, pelajaran dan pendalaman moral. Dengan demikian, ada nilai-nilai yang dikandung oleh puisi tersebut, yang merupakan sumber pembelajaran, pendidikan dan pendalaman moral yang terkandung di dalam puisi tersebut. Nilai-nilai tersebut merupakan amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca atau penikmat.
Mengacu kepada sejarah sastra, sebagai bagian dari ilmu sastra, seperti, yang disebutkan di atas, yang bertugas untuk menyusun perkembangan sastra dari mulai timbulnya sampai perkembangan terakhirnya,. Dalam penyusunan sejarah sastra Indonesia, dikenal ada beberapa angkatan, mulai dari angkatan 45, angakatan 60an dan angkatan pujangga baru.
Seperti yang dikatakan Mursal Ensten (2007 : 7). Dimana beberapa peristiwa sejarah yang penting, yang melatar belakangi kehidupan para sastrawan di masing-masing angkatan berbeda-beda, menyebabkan masalah penjajahan bangsa oleh bangsa luar, didunia pendidikan mendapat kekangan.
Sapardi Djoko Damono, banyak menghasilkan karya (puisi) yang terkumpul dalam beberapa antologi, diantaranya : Duka-Mu Abadi (1967), Mata Pisau (1974), Perahu Kertas (1983), Sihir Hujan (1984), Hujan Bulan Juni (1994), Arloji (1998), dan Ayat-ayat Api (2000).
Berkaitan denga hal tersebut di atas, penelitian ini dihajatkan untuk meneliti puisi-puisi yang ditulis Sapardi Djoko Damono, dengan harapan dapat mengambil kesimpulan dari nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam karya-karya besar penyair tersebut. Karena seperti disebutkan di atas, bahwa dalam Puisi-puisi Sapardi Djoko Damono pendidikan kerap kali dijadikan tema, merupakan pengejewantahan dari apa yang dilihat dan disaksikan oleh penyair dari lingkungan sekitarnya. Lebih dari itu ikut mencoba untuk mengapresiasi dan berusaha ikut membicarakan sebagian dari puisi-puisi Sapardi Djoko Damono.
1.2 Batasan Masalah
Begitu banyak puisi yang dihasilkan Sapardi Djoko Damono, yang tersebar di beberapa antologi seperti : Duka-Mu Abadi (1967), Mata Pisau (1974), Perahu Kertas (1983), Sihir Hujan (1984), Hujan Bulan Juni (1994), Arloji (1998), dan Ayat-ayat Api (2000). Dan telah banyak para kritikus yang menelaah, mahasiswa yang meneliti puisi-puisi Sapardi Djoko Damono sebagai bahan skripsi, dari berbagai segi. Namun masih banyak sisi-sisi lain yang belum disentuh untuk dianalisa.
Seperti yang disebutkan di atas (Latar belakang) puisi berfungsi sebagai sarana untuk memberikan pendidikan, pelajaran dan pendalaman moral, dan dalam puisinya, Sapardi Djoko Damono tidak jarang menjadikan pendidikan, sebagai tema-tema dari puisi-puisinya.
Berangkat dari masalah di atas, dan dengan mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain banyaknya karya-karya yang dihasilkan oleh Sapardi Djoko Damono, yang tersebar di berbagai antologi tersebut, terbatasnya waktu, biaya dan kemampuan penulis, maka dalam penelitian ini penulis membatasi objek penelitian pada Nilai-nilai Pendidikan yang terkandung pada puisi-puisi Sapardi Djoko Damono yang terdapat dalam kumpulan Ayat-ayat Api.
1.3 Rumusan Masalah
Mengacu pada batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah bentuk nilai-nilai pendidikan yang terkandung pada puisi “kumpulan ayat-ayat api” karya Sapardi Djoko Damono.
2. Adakah relevansi nilai-nilai pendidikan pada puisi “kumpulan ayat-ayat api” karya Sapardi Djoko Damono dengan kehidupan sekarang.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada puisi kumpulan “ayat-ayat api” karya Sapardi Djoko Damono serta bagaimanakah relevansinya dengan kehidupan sekarang. Dan mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.


1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa manfaat teoritis dan manfaat praktis, sebagai berikut :
a. Manfaat Teoritis
1. Dapat menambah pengetahuan tentang teori analisis puisi
2. Dapat memberikan tambahan pemahaman mengenai seluk-beluk puisi, beserta nilai yang dikandungnya.
3. Bagi peneliti lain agar termotifasi untuk meneliti karya-karya Sapardi Djoko Damono yang lain dan dari sisi yang berbeda.
b. Manfaat Praktis
1. Penikmat sastra, diharapkan dari hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai acuan dalam mengapresiasikan puisi
2. Kalangan pendidikan, diharapkan dapat dijadikan sebagai suatu acuan dalam mendidik anak didik dalam mengapresiasikan puisi.
3. Kalangan akademisi, sebagai acuan dalam melakukan penelitian yang lebih dalam mengenai karya-karya sastra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar