Sabtu, 25 Desember 2010

catatan kecil tentang kerinduan

senja berkabut di kicauan daun mawar membuat hati sedikit sejuk. malam pun mulai tumbuh di belakang retaknya kamar yang bising dengan suara hati yang bersejingkatan..
lembut kesepian menepi di ujung gelap pada hamparan palung ingatan yang kacau, kau hadir di depan mata yang tertutup tak rapat,mengajak ku berkejaran menembus tirai malam tanpa bintang dan rembulan. denyut nadi mulai mengencang, mengguncang seluruh bathin dan raga ini, namun kau tetap berlari dan diam bersembunyi di suara cahaya yang tak ku mnegerti, aku ingin menghampirimu namun sebait kata memanjat tebing malam bagai benteng raksasa yang menghalau gerakku.. aku menggerutu di kediaman sepi dalam hati, seolah mengaum seperti singa yang kelaparan siap menerkam dengan kuku tajamnya.. kerinduan yang hebat terhantar kepadamu malam ini kasih..
biarlah ia menerobos melewati pekap malam, menyelimutimu, memelukmu dengan seluruh aksara rasa yang ia emban dariku..
angin pun berkelebat membisik sejuta keinginan dengan sayapnya yang patah berterbangan kesana kemari walaupun dengan kepakan satu sayap, ia tetap menampar ingatanku padamu,dan membawaku ke relung yang terhampar di seluruh isi ruangan yang hiruk pikuk oleh gemericik bunyi hujan. malampun kian menelanku dengan kerinduan yang kian membabi buta fikir dan hayalku.. malam ini kau adalah bidadari kecil yang dengan menari, bernyanyi di kedalam hati yang tak mungkin rapuh padamu...
aku mencoba bangkit dan berlari mengejarmu dengan segenap kekuatan yang aku miliki,, tapi waktu terasa terhenti, kaku, dan membisu padaku...


(buat kekasih hatiku)
malam dalam hamparan kerinduan yang mencekam
25 Desember 2010

Kamis, 09 Desember 2010

AKSARA MALAM




Malam berkabut di titik rumbai sepi
Sebilah wajah terkuak oleh kanvas malam
Mencari sepasang mata yang jernih
Untuk memandang kegelapan
Demi bias cahaya dibalik jendela

Malam ini
Aku menenun sebuah geregaji
Dari tangan yang bersimbah darah
Karena memegang matahari dan mencuri rembulan

Aku tidak mengerti dengan celaan tertera di jidat
Yang terus memaksakan diri tuk memahaminya

Hati ini ingin menerima banyak hal
Pada waktu menoreh kebelakang
Sebagai pijaran kedepan
Biar aku memahami
Mana
Yang baik dan buruk
Putih dan hitam

Karena pemahamanlah
Yang akan membawaku kearah pemikiran yang lebih jernih

Malam semakin renta
Di luarpun
Gerimis membakar api dengan gemericiknya
Aliran airnya membuat selokan tertimbun pasir
Sementara......
Genangannya membuat lautan di halaman rumah
Dalam genangan-genangan itu tertumpuk segala rasa
Anak-anak menangis
Orang tua panik
Anak muda tergopoh-gopoh
Ikan-ikan menari bersedih
Bunga-bunga berguguran
Tumbuh
Bersemi

Malam pun terus berlalu
Menumbuk seribu makna
Menumpah berjuta kata
Menghamburkan doa seketika
Dan
Membawa lamunanku kearah yang tak pasti
Serta
Membuat pikiranku menjadi ruwet

Seketika mataku tertampar gumpalan awan hitam
Yang membuat
BUMI KU...............
BERTERIAK
LONCAT-LONCAT
MENGGELIAT
MERAUNG
MERATAP
BERTERIAK
YA..................TIDAK

Sementara
Orang-orang asyik
Meracik dan meramu
Obat tidur


Ya Tuhan..
Yang Maha Rahman dan Rahim
Inikah sebagian isi lukisan warna
Atas hati yang buta
Atas fikiran melepas Qalbu
Atas kekufuran zikirku
Atas perselingkuhanku dengan-nya

Lantas bagaimanakah aku meminang rido-MU
Ketika hidup terbingkai jeruji kenistaan
Dan lafaz terjerat kebohongan

Maka,,
Ku ikrarkan diri
Untuk melebur
Cahayaku dan cahaya mereka
Menuju bait lingkaran cahaya-MU




Masbagik Rabu Jam 12.37.
7 Desember 2010
Dalam kamar perenungan yang hampa

M. ZAINUL KIROM (FIKO)

Jumat, 03 Desember 2010

Karl Marx
Pidato Pada Rapat Umum Assosiasi Demokratik Brussels, 9 Januari 1848
Mengenai Masalah Perdagangan Bebas

________________________________________
Tuan-tuan,
Pencabutan Undang-undang Gandum di Inggris merupakan kemenangan terbesar dari perdagangan bebas di abad ke sembilan-belas. Di setiap negeri di mana kaum manufaktur berbicara tentang perdagangan bebas, yang terutama ada dalam pikiran mereka ialah perdagangan bebas gandum dan bahan-bahan mentah pada umumnya. Mengenakan bea-bea masuk yang bersifat protektif atas gandum asing adalah sangat tak-terpuji, itu berarti berspekulasi atas kelaparan rakyat banyak.
Makanan murah, upah-upah yang tinggi, inilah tujuan tunggal yang untuknya para pedagang-bebas Inggris telah menghabiskan berjuta-juta, dan antusiasme mereka sudah menyebar pada saudara-saudara mereka di wilayah Kontinen. Berbicara secara umum, mereka yang berpihak pada perdagangan bebas menghasratkan itu untuk meningkatkan kondisi klas pekerja.
Namun, sungguh aneh, rakyat banyak yang dengan segala cara diusahakan mendapatkan makanan murah adalah sangat tidak berterima-kasih. Makanan murah sama dipandang hina di Inggris seperti halnya pemerintah murah di Perancis. Rakyat melihat pada tuan-tuan yang mengorbankan-diri ini, pada Bowring, Bright & Co., musuh-musuh mereka yang terburuk dan kaum munafik yang paling tidak tahu malu.
Setiap orang mengetahui bahwa di Inggris pergulatan antara kaum Liberal dan kaum Demokrat berlangsung atas nama perjuangan antara kaum Pedagang-bebas dan kaum Chartis.
Mari kita melihat bagaimana para pedagang-bebas Inggris telah membuktikan pada rakyat semua niat baik yang mendorong mereka.
Inilah yang mereka katakan pada kaum buruh pabrik:
"Bea masuk yang dikenakan atas gandum adalah suatu pajak atas upah-upah; pajak ini anda bayarkan pada para tuan-tanah, kaum aristokrat zaman pertengahan itu; jika posisi anda adalah posisi yang sangat terpuruk, itu disebabkan oleh mahalnya kebutuhan-kebutuhan kehidupan yang paling langsung."
Kaum buruh, pada gilirannya, bertanya pada kaum manufaktur itu:
"Bagaimana terjadinya, bahwa dalam proses tiga-puluh tahun terakhir, selagi industri kita mengalami perkembangan terbesar, upah-upah kami telah jatuh jauh lebih cepat, dalam proporsinya, ketimbang harga gandum yang naik itu?
Pajak yang menurut kalian kami bayarkan pada kaum tuan-tanah adalah kurang-lebih tiga pence seminggu per pekerja. Namun begitu upah-upah kaum perajut tangan telah jatuh, antara 1815 dan 1843, dari 28 shilling per minggu menjadi 5 shilling, dan upah-upah para perajut dengan alat mesin, antara l1823 dan 1843, telah jatuh dari 20 shilling seminggu menjadi 8 shilling.
Dalam selama seluruh periode ini, porsi pajak yang kami bayar pada tuan-tanah tidak pernah melampaui tiga pence. Dan, kemudian, di tahun 1843, ketika roti sangat murah harganya dan bisnis berjalan dengan sangat baiknya, apakah yang kalian katakan pada kami? Kalian mengatakan, Jika kalian tidak mujur, itu adalah karena kalian mempunyai terlalu banyak anak, dan perkawinan-perkawinan kalian adalah lebih produktif daripada kerja kalian!
Inilah kata-kata kalian yang diucapkan pada kami, dan kalian mulai membuat Undang-undang Kemiskinan baru, dan membangun pabrik-pabrik, (benteng-benteng) Bastille kaum proletariat itu."
Menjawab ini kaum manufaktur mengatakan:
"Kalian benar, kaum pekerja yang terhormat; tidak hanya harga gandum saja, tetapi persaingan di antara para pekerja sendiri juga, yang menentukan upah-upah.
Tetapi renungkanlah satu hal, yaitu, bahwa tanah kita terdiri hanya atas batu karang dan medan-medan pasir. Tentunya kalian tidak membayangkan bahwa gandum dapat tumbuh dalam pot-pot kembang. Maka itu, jika gantinya memesta-riakan modal kita dan kerja kita atas tanah yang sepenuhnya steril, kita harus melepaskan agrikultur, dan mengabdikan diri kita secara khusus pada industri, maka seluruh Eropa akan meninggalkan pabrik-pabriknya, dan Inggris akan membentuk suatu kota pabrik raksasa, dengan seluruh sisa Eropa sebagai pedesaannya."
Sementara secara demikian itu mengusik para pekerjanya sendiri, sang manufaktur diinterogasi oleh sang pedagang kecil, yang berkata:
"Jika kita mencabut Undang-undang Gandum, kita memang akan menghancurkan agrikultur; tetapi walaupun begitu, kita tidak akan memaksa bangsa-bangsa lain agar mereka melepaskan pabrik-pabrik mereka sendiri dan membeli dari pabrik-pabrik kita.
Apakah dan bagaimanakah akan konsekuensinya? Saya akan kehilangan pelanggan-pelanggan yang kupunyai sekarang di pedesaan, dan perdagangan rumahan akan kehilangan pasarnya."
Si Manufaktur, sambil membalikkan badan dan membelakangi kaum pekerja, menjawab sang pemilik toko:
"Oh, mengenai hal itu, serahkan saja hal itu pada kami! Begitu bea masuk atas gandum itu hapus, kita akan mengimpor gandum yang lebih murah dari luar negeri. Kemudian akan kita turunkan upah-upah pada saat bertepatan upah-upah itu naik di negeri-negeri dari mana kita mendapatkan gandum kita.
Dengan demikian, sabagai tambahan keuntungan yang sudah kita nikmati, kita juga akan mendapatkannya dari upah-upah yang lebih rendah dan, dengan semua keuntungan ini, kita akan dengan mudah memaksa Daratan (Eropa) untuk membeli dari kita."
Tetapi kini para pengusaha pertanian dan kaum pekerja agrikultur bergabung di dalam diskusi itu.
"Dan, mohon diterangkan, apakah yang akan jadinya kita-kita ini?
Akankah kita menjatuhkan suatu hukuman mati pada agrikultur, dari mana kita mendapat nafkah kita? Mestikah kita memperkenankan tanah direnggut dari bawah kaki kita?"
Sebagai keseluruhan jawabannya, Lembaga Undang-undang Anti-Gandum telah mencukupkan diri dengan menawarkan hadiah-hadiah bagi tiga essai terbaik mengenai pengaruh sehat pencabutan Undang-undang Gandum itu atas agrikultur Inggris.
Hadiah-hadiah ini telah digondol oleh Tuan-tuan Hope, Morse dan Greg, yang esai-essainya didistribusikan dalam jumlah ribuan copy di seluruh pedesaan.
Yang pertama dari para pemenang hadiah itu mencurahkan dirinya pada pembuktian bahwa petani pesewa tanah maupun pekerja agrikultur tidak akan kehilangan apa-apa dengan pengimporan gandum luar negeri secara bebas, dan bahwa yang rugi itu hanyalah si tuan-tanah. "Petani pesewa-tanah Inggris," demikian ia berkata,
"tidak perlu takut pada pencabutan Undang-undang Gandum, karena tidak ada negeri lain yang dapat mrmproduksi gandum yang sebagus dan semurah Inggris.
Demikianlah, bahkan apabila harga gandum jatuh, itu tidak akan merugikan anda, karena kejauhan harga ini hanya akan mempengaruhi sewa, yang akan turun, dan sama sekali bukanlah laba industrial dan upah-upah, yang akan tetap tidak berubah."
Pemenang-hadiah kedua, tuan Morse, sebaliknya mempertahankan, bahwa harga gandum akan naik sebagai akibat dari pencabutan Undang-undang Gandum itu. Ia berusaha dengan susah-payah untuk membuktikan bahwa bea-bea masuk yang bersifat protektif tidak pernah mampu menjamin suatu harga yang menguntungkan bagi gandum.
Dan menunjang pernyataannya ia mengutip kenyataan bahwa, pabila gandum asing telah diimpor, harga gandum di Inggris naik secara sangat berarti, dan apabila cuma sedikit gandum yang diimpor, maka harga gandum sangat jatuh. Sang pemenang hadiah ini lupa bahwa pengimporan bukanlah sebab dari harga yang tinggi itu, tetapi bahwa harga yang tinggi itulah sebab dari pengimporan.
Dan dalam pertentangan langsung dengan sesama pemenang-hadiah itu, ia menyatakan bahwa setiap kenaikan harga gandum adalah menguntungkan bagi petani pesewa tanah maupun pekerja pertanian, tetapi tidak menguntungkan bagi tuan-tanah.
Pemenang-hadiah yang ketiga, Tuan Greg, yang adalah seorang manufaktur besar dan yang pekerjaannya tertuju pada petani-petani pesewa tanah besar, tidak tahan terhadap ketololan-ketololan seperti itu. Bahasanya lebih ilmiah.
Ia mengakui bahwa Undang-undang Gandum dapat menaikkan sewa hanya dengan menaikkan harga gandum, dan bahwa mereka dapat menaikkan harga gandum hanyalah dengan memaksa penerapan modal pada tanah yang kualitasnya rendah, dan ini dapat dijelaskan dengan sederhana sekali.
Dalam proporsi pertambahan penduduk, jika gandum luar negeri tidak dapat diimpor, maka tanah yang kurang subur mesti dipakai, yang pembudi-dayaannya menyangkut biaya lebih besar dan produk tanah ini karenanya menjadi lebih mahal.
Karena terdapat penjualan gandum secara paksa, maka harganya dengan sendirinya akan ditentukan oleh harga produk dari tanah yang paling mahal. Beda antara harga ini dan biaya produksi di tanah yang berkualitas lebih baik membentuk sewa itu.
Jika, oleh karenanya, sebagai hasil pencabutan Undang-undang Gandum, harga gandum dan sebagai konsekuensinya sewa itu jatuh, itu adalah karena tanah yang kualitasnya rendah tidak akan dibudi-dayakan lagi. Demikianlah, reduksi sewa mau-tidak-mau mesti menghancurkan sebagian kaum petani pesewa tanah.
Catatan-catatan ini diperlukan agar supaya menjadikan bahasa tuan Greg itu dapat dimengerti.
"Para pengusaha pertanian kecil," demikian tuan Greg berkata,
"yang tidak dapat menghidupi diri dengan agrikultur akan mendapatkan suatu sumber dari industri. Sedang bagi para pengusaha pertanian pesewa tanah, mereka itu tidak akan gagal mendapatkan laba. Sebab, para tuan-tanah akan terpaksa menjual tanah kepada mereka dengan harga sangat murah, atau menyewakannya pada mereka untuk jangka-waktu sangat panjang. Ini akan memungkinan para petani pesewa tanah itu menanamkan jumlah-jumlah besar modal atas tanah itu, untuk menggunakan mesin-mesin pertanian dalam skala lebih besar, dan menghemat kerja manual yang akan, lagi pula, menjadi lebih murah, disebabkan oleh kejatuhan umum dari upah-upah, yaitu akibat langsung dari pencabutan Undang-undang Gandum itu."
Dr. Bowring memberkati semua argumentasi ini dengan persucian agama, dengan berseru pada suatu rapat umum, "Jesus Kristus adalah Perdagangan Bebas, dan Perdagangan Bebas adalah Jesus Kristus."
Orang dapat mengerti bahwa semua kemunafikan ini tidak diperhitungkan untuk menjadikan roti murah menarik bagi kaum buruh.
Kecuali itu, bagaimana kaum pekerja dapat memahami filantropi tiba-tiba dari kaum manufaktur itu, orang-orang yang justru masih sibuk bertempur melawan Undang-undang Sepuluh Jam Kerja, yang adalah untuk mengurangi hari kerja kaum pekerja pabrik dari duabelas jam menjadi sepuluh jam?
Sebagai gambaran akan ide filantropi kaum manufaktur ini, tuan-tuan, saya ingin mengingatkan kalian, pada peraturan-peraturan pabrik yang berlaku di semua pabrik (penggilingan).
Setiap pengusaha manufaktur bagi kepentingannya sendiri menggunakan suatu kode pidana tertentu di mana denda-denda ditetapkan untuk setiap pelanggaran dengan sengaja atau yang tidak di sengaja. Misalnya, pekerja membayar sekian jika ia terkena sial dan duduk di atas sebuah kursi; jika ia berbisik, atau berbicara, atau ketawa; jika ia tiba di pabrik beberapa menit terlambat; jika suatu bagian dari mesin rusak, atau jika ia tidak menghasilkan pekerjaan dari kualitas yang diminta, dsb., dsb. Denda-denda itu selalu lebih besar daripada kerusakan yang sesunggunya dibuat oleh pekerja itu. Dan untuk memberikan setiap kesempatan pada pekerja itu untuk dikenai denda, jam pabrik disetel lebih dini, dan pada pekerja diberikan bahan mentah yang buruk untuk diolah menjadi barang-barang jadi yang baik. Seorang mandor bisa dipecat karena tidak cukup trampil dalam memperbanyak kasus-kasus pelanggaran peraturan.
Anda lihatlah, tuan-tuan, perundang-undangan swasta ini diberlakukan dengan tujuan istimewa untuk menciptakan pelanggaran-pelanggaran seperti itu, dan pelanggaran-pelanggaran itu dibuat dengan maksud menciptakan uang. Demikianlah kaum manufaktur itu menggunakan segala cara untuk mengurangi upah nominal, dan bahkan menarik keuntungan dari kecelakaan-kecelakaan yang berada di luar kendali kaum buruh.
Para pengusaha manufaktur ini adalah para filantropis; yang telah berusaha membuat kaum buruh percaya bahwa mereka mampu mengikhtiarkan segalanya demi untuk meningkatkan nasib mereka. Demikian, di satu pihak, mereka menggerogoti upah-upah kaum buruh dengan cara-cara yang licik, dengan mengadali peraturan-peraturan pabrik dan, di lain pihak, mereka melakukan pengorbanan-pengorbanan besar untuk menaikkan upah-upah itu dengan jalan Lembaga Anti Undang-undang Gandum.
Mereka membangun istana-istana besar dengan mengeluarkan biaya-biaya luar-biasa besarnya, dan Lembaga itu dengan cara-cara tertentu menjadikan istana-istana itu tempat huniannya; mereka mengirimkan sepasukan misionaris ke segala penjuru Inggris untuk mengkhotbahkan perdagangan bebas; mereka telah mencetak dan menyebarkan secara Cuma-Cuma ribuan pamflet untuk mencerahkan kaum buruh akan kepentingan-kepentingannya sendiri, mereka menghabiskan jumlah-jumlah dana luar-biasa besarnya untuk membikin pers menguntungkan kepentingan mereka; mereka mengorganisasi sebuah sistem yang luar-biasa luasnya untuk melaksanakan gerakan perdagangan bebas itu, dan mereka memperagakan seluruh kekayaan kefasihan mereka di rapat-rapat umum. Adalah pada salah satu rapat-rapat itu seorang pekerja meneriakkan:
"Andaikata para tuan-tanah menjual tulang-tulang kami, adalah kalian: kaum pengusaha manufaktur akan yang paling pertama menjadi pembelinya untuk memasukkannya dalam penggilingan-uap dan menjadikan tulang-tulang itu tepung."
Kaum buruh telah sangat memahami arti-penting perjuangan antara para tuang-tanah dan kaum kapitalis industrial. Mereka sangat mengetahui bahwa harga roti mesti diturunkan agar upah-upah diturunkan, dan bahwa laba industrial akan naik setaraf dengan jatuhnya sewa.
Ricardo, murid para pedagang-bebas Inggris, ahli ekonomi paling terkemuka negeri kita, sepenuhnya setuju dengan kaum buruh dalam satu hal ini. Dalam bukunya yang termashur mengenai ekonomi politik, ia mengatakan:
"Apabila sebagai gantinya kita menanam gandum kita sendiri…… kita menemukan suatu pasaran baru dari mana kita dapat mensuplai diri kita…. dengan harga yang lebih murah, maka upah-upah akan turun dan laba akan naik. Jatuhnya harga produksi agrikultur menurunkan upah-upah, tidak saja dari buruh yang dipekerjakan dalam pembudi-dayaan tanah, tetapi juga dari semua yang dipekerjakan dalam perdagangan atau manufaktur."
Dan janganlah percaya, tuan-tuan, bahwa adalah soal ketak-acuhan kaum buruh apakah ia hanya menerima empat franc karena harga gandum lebih murah, sedangkan sebelumnya ia menerima lima franc.
Tidakkah upah-upah telah selalu jatuh jika dibandingkan dengan laba, dan tidakkah jelas bahwa kedudukan sosialnya telah menjadi semakin buruk jika dibandingkan dengan kedudukan si kapitalis? Dan kecuali itu, ia sesungguhnya kehilangan jauh lebih banyak lagi.
Selama harga gandum lebih tinggi dan upah-upah juga lebih tinggi, suatu penghematan dalam konsumsi roti cukuplah untuk memberikan padanya kesenangan-kesenangan lainnya. Tetapi seketika roti itu sangat murah, dan upah-upah karenanya sangat murah, ia nyaris bisa tidak menghemat apapun atas roti ini untuk membeli barang-barang lain.
Kaum buruh Inggris telah membuat kaum pedagang-bebas Inggris menyadari bahwa mereka bukan korban dari ilusi-ilusi atau kebohongan-kebohongan mereka; dan apabila, sekalipun demikian, kaum buruh berjuang bersama mereka terhadap kaum tuan-tanah, itu adalah dengan maksud menghancurkan sisa-sisa terakhir feodalisme dan agar tersisa satu musuh saja untuk dihadapi. Kaum buruh tidak salah-perhitungan, karena kaum tuan-tanah, demi membalas-dendam terhadap para pengusaha manufaktur itu, telah berjuang bersama dengan kaum buruh untuk menggoalkan Undang-undang Sepuluh (Jam Kerja), yang oleh yang tersebut belakangan ini telah gagal dituntut selama tigapuluh tahun, dan yang disahkan seketika sesudah pencabutan Undang-undang Gandum.
Ketika Dr. Bowring pada Kongres Para Ahli Ekonomi, mengeluarkan sebuah daftar panjang dari sakunya untuk menunjukkan betapa banyak ternak, berapa banyak ham, daging, unggas dsb. telah diimpor oleh Inggris, untuk dikonsumsi-sebagaimana ia tegaskan-oleh kaum buruh, sungguh malang sekali ia lupa mengatakan bahwa pada waktu itu kaum buruh Manchester dan kota-kota industri lainnya sedang mendapatkan diri mereka terlempar ke atas jalanan-jalanan oleh krisis yang sedang mulai.
Sebagai hal azasi dalam ekonomi politik, angka-angka satu tahun saja tidak pernah dipakai sebagai dasar untuk merumuskan hukum-hukum umum. Orang mesti senantiasa mengambil kurun-waktu rata-rata dari enam hingga tujuh tahun-suatu kurun waktu yang dilalui industri modern untuk berbagai tahapan kemakmuran, kelebihan-produksi, stagnasi, krisis, dan lengkap menjalani daurnya yang tidak dapat dihindari.
Jelaslah, apabila harga dari semua barang-dagangan jatuh-dan ini adalah akibat yang tidak terhindari dari perdagangan bebas-saya dapat membeli jauh lebih banyak untuk satu franc daripada sebelumnya. Dan uang franc-nya seorang buruh adalah sama baiknya seperti orang lain yang manapun. Karenanya, perdagangan bebas akan sangat menguntungkan bagi pekerja itu. Dalam hal ini hanya ada suatu perbedaan kecil, yaitu, bahwa si pekerja, sebelum menukarkan uang franc-nya dengan barang-barang dagangan lainnya, ia lebih dulu menukarkan kerjanya dengan si kapitalis. Jika dalam pertukaran ini ia selalu menerima franc tersebut untuk kerja yang sama dan harga dari semua barang-dagangan jatuh, maka ia selalu menjadi yang diuntungkan oleh pertukaran seperti itu. Kesulitannya tidaklah terletak pada pembuktian bahwa, jika harga dari semua barang-dagangan jatuh, akan didapatkan lebih banyak barang-dagangan untuk (jumlah) uang yang sama itu.
Para ahli ekonomi selalu berpegang pada harga kerja pada saat itu dipertukarkan dengan barang-barang dagangan lain. Mereka sama sekali mengabaikan saat di mana kerja melaksanakan pertukarannya sendiri dengan modal.
Manakala lebih sedikit pengeluaran (pembiayaan) diperlukan untuk menggerakkan mesin yang memproduksi barang-barang dagangan, maka hal-hal yang diperlukan bagi pemeliharaan mesin ini, yang disebut buruh itu, akan juga lebih kecil ongkosnya. Jika semua barang-dagangan lebih murah, maka kerja, yang adalah juga barang-dagangan, akan jatuh pula harganya, dan, sebagaimana kemudian akan kita lihat, barang-dagangan ini, kerja, akan jatuh secara proporsional jauh lebih rendah daripada barang-barang dagangan lainnya. Jika si buruh masih memancangkan kepercayaannya pada argumen-argumen para ahli ekonomi, ia akan mendapatkan bahwa (uang) franc itu telah lumer dalam sakunya, dan bahwa yang tersisa cuma lima sous.
Mengenai hal itu para ahli ekonomi akan mengatakan:
"Baiklah, kami mengakui bahwa persaingan di antara kaum buruh, yang jelas tidak surut dengan adanya perdagangan bebas, akan segera menyerasikan upah-upah dengan rendahnya harga-harga barang-barang dagangan. Tetapi, di lain pihak, rendahnya harga-harga barang-barang dagangan akan meningkatkan konsumsi, dan semakin besarnya konsumsi akan memerlukan peningkatan produksi, yang akan disusul dengan lebih besarnya permintaan akan tenaga, dan lebih besarnya permintaan akan tenaga kerja akan disusul oleh suatu kenaikan upah-upah."
Seluruh jalannya argumentasi berarti yang berikut ini: Perdagangan bebas meningkatkan tenaga-tenaga produktif. Jika industri terus bertumbuh, jika kekayaan, jika kekuatan produktif, jika-singkatnya-modal produktif meningkat, permintaan akan tenaga kerja, harga tenaga kerja, dan sebagai konsekuensinya tingkat upah-upah, naik juga.
Kondisi paling menguntungkan bagi kaum buruh adalah pertumbuhan modal. Ini mesti diakui. Jika modal tetap saja (tidak bergerak/stasioner), maka industri tidak hanya tetap saja (tidak bergerak) tetapi akan merosot, dan dalam kasus ini si buruh akan yang pertama menjadi korban. Ia akan menghadapi dinding sebelum si kapitalis. Dan dalam hal modal terus bertumbuh, dalam keadaan-keadaan yang kita katakan yang terbaik bagi si buruh, apakah yang menjadi nasibnya? Ia akan tetap menubruk dinding itu juga. Pertumbuhan modal produktif berarti akumulasi dan konsentrasi modal. Sentralisasi modal melibatkan suatu pembagian kerja yang lebih besar dan penggunaan mesin secara lebih luas. Lebih besarnya pembagian kerja terutama menghancurkan ketrampilan si pekerja; dan dengan menggantikan pekerjaan trampil ini dengan pekerjaan yang bisa dikerjakan oleh siapapun, maka akan ditingkatkanlah persaingan di antara kaum buruh.
Persaingan ini menjadi semakin sengit karena pembagian kerja memungkinkan seorang pekerja tunggal melakukan pekerjaan tiga orang. Mesin menghasilkan hal serupa dalam skala jauh lebih besar. Pertumbuhan modal produktif yang memaksa kaum kapitalis industri bekerja dengan alat-alat yang terus-menerus meningkat, menghancurkan para industrialis kecil dan menghempaskan mereka menjadi proletariat. Kemudian, jatuhnya tingkat bunga dalam proporsi berakumulasinya modal, para rentenir kecil yang tidak dapat lagi hidup dari dividen-dividen mereka, terpaksa memasuki industri dan dengan demikian membengkakkan jumlah kaum proletar.
Demikianlah dengan bertumbuhnya modal produktif, persaingan di antara kaum buruh bertumbuh dalam proporsi yang jauh lebih besar. Anugrah kerja berkurang untuk semua pihak dan beban kerja meningkat bagi sementara pihak.
Pada tahun 1829 terdapat 1.088 pemintal kapas yang bekerja di 36 pabrik di Manchester. Pada tahun 1844 terdapat lebih dari 448 pabrik dan mereka mengerjakan 53.353 kumparan (buluh/gelondong) lebih banyak daripada yang dikerjakan 1.088 pemintal di tahun 1829. Jika pekerja manual telah meningkat dalam proporsi yang sama seperti tenaga produktif itu, maka jumlah pemintal mestinya telah mencapai angka 1.848 orang; kemajuan permesinan telah-oleh karenanya-merampas 1.100 pekerja dari pekerjaan.
Kita mengetahui sebelumnya jawaban para ahli ekonomi. Orang-orang yang dengan demikian terampas pekerjaan, demikian mereka berkata, akan mendapatkan jenis-jenis pekerjaan lainnya. Dr. Bowring mereproduksi argumen ini pada Kongres Para Ahli Ekonomi, tetapi ia juga mengemukakan penolakannya sendiri.
Pada tahun 1835 Dr. Bowring berpidato di Parlemen mengenai 50.000 penenun tangan kota London yang untuk waktu yang lama sekali menderita kelaparan karena tidak mendapatkan pekerjaan jenis baru yang diiming-imingkan para pedagang-bebas dari kejauhan.
Akan kita berikan di sini bagian-bagian pidato Dr. Bowring yang paling mencolok:
"Kecemasan para penenun ini…. adalah suatu kondisi yang tidak terelakkan dari jenis pekerjaan yang dapat dengan mudah dikuasai-dan terus-menerus diselangi dan digantikan oleh cara-cara produksi yang lebih murah. Suatu penghentian permintaan yang singkat, ketika persaingan akan pekerjaan itu begitu besarnya…. mengakibatkan suatu krisis. Para penenun tangan berada di pinggir keadaan di mana kehidupan manusia nyaris tidak dapat bertahan, dan suatu persoalan remeh-temeh saja menghempaskan mereka ke wilayah kelaparan…
Perbaikan-perbaikan permesinan,… dengan semakin digantikannya kerja manusia, tanpa bisa dicegah lagi membawa dengannya dalam peralihan itu banyak sekali penderitaan temporer…. Kebaikan nasional tidak dapat diperoleh kecuali dengan penyertaan keburukan individual. Tiada kemajuan pernah diciptakan di dalam manufaktur kecuali dengan biaya tertentu bagi mereka yang berada di urutan belakang; dan dari semua penemuan, mesin tenun adalah yang secara paling langsung membebani kondisi para penenun tangan. Ia sudah tergusur dari wilayah itu dalam banyak hal; ia secara tidak terelakkan akan dipaksa menyerah di banyak wilayah lainnya."
Lebih lanjut dikatakannya:
"Dalam tangan saya ada surat-menyurat yang berlangsung antara Gubernur Jendral India dan East-India Company, mengenai masalah para penenun tangan Dacca… Beberapa tahun berselang East -India Company per tahunnya menerima produk alat tenun India sebanyak 6 juta hingga 8 juta potong barang katun. Permintaan secara berangsur-angsur turun hingga 1 juta dan kini nyaris berhenti sama sekali. Pada tahun 1800, Amerika Serikat mengambil hyampir 800.000 potong katun dari India; dalam tahun 1830, tidak sampai 4.000. Dalanm tahun 1800, 1 juta potong dikapalkan ke Portugal; dalam tahun 1830, hanya 20.000. Sungguh mengerikan adalah laporan-laporan mengenai penderitaan para penenun miskin India, yang terpuruk hingga kelaparan total. Dan apakah yang menjadi sebabnya? Kehadiran manufaktur Inggris yang lebih murah… Jumlah besar dari mereka mati karena kelaparan, yang selebihnya, untuk sebagian besar, dipindahkan ke pekerjaan-pekerjaan lainnya, terutama ke agrikultural. Tidak berganti pekerjaan mereka berarti kelaparan yang pasti. Dan pada saat ini, ketika distrik Dacca disuplai dengan benang dan kain katun dari mesin-mesin tenun Inggris…. Kain muslin Dacca, yang termashur di seluruh dunia karena keindahan dan kehalusannya, juga dihancurkan karena sebab serupa. Dan penderitaan sekarang, bagi banyak klas di India, nyaris tidak terbandingi dalam sejarah perdagangan."
Pidato Dr. Bowring semakin besar artinya karena fakta yang disebutkannya itu adalah sangat eksak, dan kalimat-kalimat yang dipakainya untuk melunakkan (fakta itu) sepenuhnya dikarakterisasi oleh kemunafikan yang bersifat umum pada semua kutbah perdagangan bebas. Ia mengemukakan kaum buruh sebagai alat produksi yang mesti digantikan oleh alat-alat produksi yang lebih murah. Ia berlagak melihat dalam kerja yang dibicarakan itu suatu jenis kerja yang sepenuhnya merupakan pengecualian, dan dalam mesin yang telah menggusur para penenun itu sebuah mesin yang sama luar-biasanya. Ia lupa bahwa tidak ada jenis kerja manual yang pada setiap saat dapat mengalami nasib yang sama dari para penenun tangan.
"Sesungguhnya, menjadi tujuan dan kecenderungan yang terus-menerus setiap perbaikan dalam permesinan untuk sama sekali menggantikan kerja manusia, atau untuk mengurangi ongkosnya dengan menggantikan kerja kaum laki-laki dengan kerja kaum perempuan dan anak-anak; atau dari para tukang terlatih dengan kerja pekerja biasa. Di kebanyakan pabrik katun tenaga air atau penganyam, pemintalan seluruhnya dikerjakan oleh kaum perempuan dari usia enambelas tahun ke atas. Akibat penggantian keledai biasa dengan keledai yang bergerak-sendiri adalah untuk melepaskan bagian besar pemintal laki-laki dan untuk mempertahankan remaja dan anak-anak."
Kata-kata dari pedagang-bebas yang paling bersemangat, Dr. Ure ini, adalah untuk melengkapi pengakuan-pengakuan Dr. Bowring. Dr. Bowring berbicara tentang kebatilan-kebatilan individual tertentu, dan, bersamaan dengan itu, mengatakan bahwa kejahatan-kejahatan individual ini menghancurkan klas-klas secara menyeluruh; ia berbicara tentang penderitaan temporer selama periode peralihan, dan justru pada saat berbicara mengenai itui, ia tidak mengingkari bahwa kejahatan-kejahatan temporer ini bagi mayoritas berarti peralihan dari kehidupan pada kematian, dan bagi selebihnya orang berarti suatu peralihan dari keadaan yang lebih baik pada keadaan yang paling buruk. Jika ia menyatakan, selanjutnya, bahwa penderitaan kaum buruh ini tidak terpisahkan dari kemajuan industri, dan memang perlu bagi kemakmuran nasion, maka ia dengan seenaknya saja mengatakan bahwa kemakmuran klas borjuis mempersyaratkan penderitaan klas pekerja.
Segala hiburan yang ditawarkan Dr. Bowring pada kaum buruh yang mendapat celaka, dan sesungguhnyalah, seluruh doktrin mengenai kompensasi yang dikemukakan oleh para pedagang-bebas, adalah sebagai berikut:
Kalian, beribu-ribu kaum buruh yang sedang mendapat celaka, janganlah berputus-asa! Kalian dapat meninggal dengan hati-nurani yang bersih. Klas kalian tidak akan mendapat celaka. Ia akan selalu berjumlah cukup banyak bagi klas kapitalis untuk mencincang-cincangnya tanpa kemungkinan membasminya sampai habis. Kecuali itu, bagaimana modal dapat diterapkan secara menghasilkan jika ia tidak selalu menjaga pemeliharaan bahan yang dapat dieksploitasinya itu, yaitu kaum buruh, untuk mengeksploitasinya berulang kali?
Tetapi, kecuali itu, mengapa mengedepankan sebagai masalah yang masih harus dipecahkan: Pengaruh apakah yang dihadapi penerimaan perdagangan bebas itu atas kondisi kelas pekerja? Semua undang-undang yang dirumuskan oleh para ahli ekonomi politik dari Quesnay hingga Ricardo telah didasarkan atas hipostesis bahwa belenggu-belenggu yang masih mengganggu kebebasan perdagangan telah menghilang. Undang-undang ini telah dikonfirmasi secara proporsional dengan penerimaan perdagangan bebas. Yang pertama dari undang-undang ini ialah bahwa persaingan menurunkan harga setiap barang-dagangan ke ongkos produksi minimum.Dengan demikian maka upah-upah minimum adalah harga wajar dari kerja. Dan apakah upah-upah minimum itu? Ialah sebesar yang diperlukan bagi produksi barang-barang yang tidak bisa tidak ada bagi pemeliharaan kaum buruh, demi menempatkannya dalam suatu posisi untuk mempertahankan dirinya sendiri, betapapun buruknya, dan untuk mengembang-biakkan dirinya, betapapun terbatasnya.
Tetapi jangan membayangkan bahwa pekerja itu hanya menerima upah minimum ini, dan lebih-lebih lagi, bahwa ia selalu menerimanya.
Tidak, menurut hukum ini, klas pekerja kadang-kadang akan lebih mujur. Ia kadang-kala akan menerima sedikit di atas minimum itu, tetapi surplus ini hanya sekedar menutup defisit yang diterimanya di bawah minimum itu pada masa kemacetan industrial. Ini berarti, bahwa selama suatu waktu tertentu yang berlangsung secara berkala, di dalam daur yang dilalui industri sambil mengalami perubahan-perubahan dalam kesejahteraan, kelebihan produksi, stagnasi dan krisis, dengan memperhitungkan segala yang telah didapatkan oleh kelas pekjerja di atas dan di bawah kebutuhan-kebutuhan, kita akan melihat bahwa, dalam keseluruhannya ia tidak akan menerima lebih atau kurang daripada yang minimum itu: yaitu, klas pekerja bertahan diri sebagai suatu klas setelah menderitakan berapa saja kesengsaraan dan kemalangan, dan setelah meninggalkan banyak mayat di atas medan perang industrial. Lalu apa? Klas itu masih tetap eksis; bahkan lebih dari itu: ia telah meningkat jumlahnya.
Tetapi ini belum semuanya. Kemajuan industri menciptakan keperluan-keperluan hidup yang lebih murah. Demikianlah minuman-minuman keras telah menggantikan bir, katun menggantikan wol dan lenan, dan kentang menggantikan roti.
Demikianlah, dengan terus menerus ditemukannya cara-cara untuk memelihara kerja dengan makanan yang lebih murah dan menyedihkan, minimumnya upah-upah terus menerus berkurang. Jika upah-upah ini dimulai dengan membuat manusia bekerja untuk hidup, itu berakhir dengan membuatnya menjalani kehidupan sebuah mesin. Keberadaannya tidak mempunyai nilai telah daripada nilai sebuah tenaga produksi yang sederhana, dan si kapitalis memperlakukannya bersesuaian dengan itu.
Hukum kerja barang-dagangan ini, hukum upah-upah minimum, akan terus diperkuat dalam proporsi sebagaimana perkiraan kaum ahli ekonomi, perdagangan bebas, menjadi suatu kenyataan aktual. Demikianlah, dari dua hal itu: atau kita mesti menolak semua ekonomi politik yang didasarkan atas asumsi perdagangan bebas, atau kita mesti mengakui bahwa di bawah perdagangan bebas ini, seluruh keparahan hukum-hukum ekonomi akan jatuh ke atas bahu kaum pekerja.
Sebagai kesimpulan, apakah perdagangan bebas itu di bawah kondisi-kondisi masyarakat sekarang? Ia adalah kebebasan modal. Manakala penghalang-penghalang nasional yang masih membatasi kemajuan modal itu telah ditumbangkan, maka itu cuma berarti telah diberikan kebebasan penuh untuk beraksi. Selama hubungan kerja upahan dan modal dibiarkan eksis, tidaklah penting mengenai betapa menguntungkan kondisi-kondisi pertukaran barang-barang dagangan berlangsung, selalu akan ada suatu klas yang akan mengeksploitasi dan suatu klas yang akan dieksploitasi. Sungguh sulit dimengerti klaim para pedagang-bebas yang membayangkan bahwa semakin menguntungkannya penerapan modal akan menghapuskan antagonisme di antara para kapitalis industrial dan buruh upahan. Sebaliknya, satu-satunya hasil ialah bahwa antagonisme dari kedua klas ini akan menonjol dengan semakin jelasnya.
Marilah kita untuk sesaat lamanya berasumsi bahwa tidak ada lagi Undang-undang Gandum atau bea-bea masuk lokal atau nasional; kenyataannya bahwa semua keadaan aksidental yang dewasa ini dipandang oleh kaum buruh sebagai penyebab keadaannya yang menyedihkan itu telah sepenuhnya lenyap, dan anda akan menyingkirkan begitu banyak tirai yang telah menyembunyikan musuh-sesungguhnya dari penglihatan anda.
Ia akan melihat bahwa menjadi bebasnya modal tidak akan lebih mengurangi kenyataan dirinya sebagai budak ketimbang dari modal yang diganggu habis oleh bea-bea masuk.
Tuan-tuan! Jangan biarkan diri kalian dikecohkan oleh kata abstrak kebebasan itu. Kebebasan siapa? Itu bukan kebebasan dari seorang individu dalam hubungannya dengan individu lainnya, tetapi adalah kebebasan modal untuk menggencet kaum buruh.
Buat apa menghasratkan diperkenankannya persaingan bebas dengan ide kebebasan ini, ketika kebebasan hanyalah produk dari suatu keadaan yang didasarkan pada persaingan bebas?
Kita telah menunjukkan jenis apakah yang telah diperoleh persaudaraan perdagangan bebas di antrara berbagai klas dari nasion yang satu dan sama itu. Persaudaraan yang akan ditegakkan oleh perdagangan bebas antara bangsa-bangsa di atas bumi ini akan nyaris lebih bersaudara. Menyebutkan eksploitasi kosmopolitan sebagai persaudaraan universal adalah suatu gagasan yang hanya mungkin dilahirkan dalam benak klas burjuasi. Semua gejala destruktif yang ditimbulkan oleh persaingan tanpa batas di suatu negeri telah direproduksi dalam proporsi-proporsi yang lebih meraksasa di pasar dunia. Kita tidak perlu membahas lebih lanjut mengenai sofisme perdagangan bebas perihal ini, yang nilainya cuma sederajat argumen-argumen para pemenang-hadiah kita: tuan-tuan Hope, Morse dan Greg.
Misalnya, kita diberitahu bahwa perdagangan bebas akan menciptakan suatu pembagian kerja internasional, dan dengan begitu memberikan produksi pada setiap negeri yang paling selaras dengan kelebihan-kelebihan alamnya
Mungkin kalian percaya, tuan-tuan, bahwa produksi kopi dan gula adalah takdir alami dari Hindia Barat.
Dua abad yang lalu, alam yang tidak merepotkan dirinya dengan perdagangan, tidak menanamkan tebu ataupun pohon-pohon kopi di sana.
Dan mungkin saja bahwa dalam waktu kurang dari setengah abad anda tidak akan menemui di sana kopi maupun gula, karena Hindia Timur, dengan cara produksi yang lebih murah, telah berhasil melawan yang dianggap takdir alami dari Hindia Barat. Dan Hindia Barat dengan kekayaan alamnya, sudah menrupakan suatu beban berat bagi Inggris seperti para penenum Dacca, yang juga ditakdirkan sejak awal zaman bertenun dengan tangan.
....................................................................................
......................................................

(untuk lebih lengkap download pada ling dibawah ini)

http://www.ziddu.com/download/12806001/perdaganganbebas.rtf.html
http://www.ziddu.com/download/12806002/FILSAFAT.rtf.html
http://www.ziddu.com/download/12806003/SEJARAHPERKEMBANGANMASYARAKATINDONESIA.rtf.html
http://www.ziddu.com/download/12806003/SEJARAHPERKEMBANGANMASYARAKATINDONESIA.rtf.html

Akar dan Fungsi Sosial Dunia Sastra


Leon Trotsky
Akar dan Fungsi Sosial Dunia Sastra

Ditulis: Tahun 1923

Perdebatan mengenai “seni murni” dan seni bertendens sering terjadi diantara kaum liberal dan kaum “populis”. Permasalahan tersebut bukanlah persoalan kita. Dialektika materialis berdiri di atas ini; dari cara pandang proses historis yang obyektif, seni selalu merupakan pelayan sosial dan berdasarkan sejarah selalu bersifat utilitarian. Seni memberikan alunan kata yang dibutuhkan bagi suasana hati yang samar dan kelam, mendekatkan atau mengkontraskan pikiran dan perasaan, memperkaya pengalaman spiritual individu dan masyarakat, memurnikan perasaan, menjadikannya lebih fleksibel, lebih responsif, memperbesar volume pemikiran sebelumnya dan bukan melalui metode personal yang berdasar pada pengalaman yang terakumulasi, mendidik individu, kelompok sosial, kelas dan bangsa. Dan apa yang disumbangkannya tersebut tidak dipengaruhi oleh permasalahan apakah seni tersebut muncul di bawah bendera seni yang “murni” ataupun yang jelas-jelas bertendensi pada kasus tertentu.
Dalam perkembangan sosial masyarakat kita (Rusia), keberpihakan merupakan panji-panji kaum intelektual yang berusaha untuk membangun hubungan dengan rakyat. Kaum intelektual yang tak mempunyai kekuatan tersebut, dihancurkan oleh kekaisaran dan kehilangan lingkungan budaya, berusaha mencari dukungan pada strata bawah dalam masyarakat dan membuktikan kepada “rakyat” bahwa mereka berfikir, hidup, dan mencintai rakyat "secara luar biasa." Dan seperti halnya kaum populis yang siap turun ke masyarakat tanpa kain linen yang bersih, sisir dan sikat gigi, kaum intelektual siap mengorbankan “kerumitan” bentuk dalam ekspresi seni mereka, demi memberikan ekspresi yang paling spontan dan langsung untuk penderitaan dan harapan-harapan kaum tertindas. Pada pihak lain, seni "murni" merupakan panji-panji kaum borjuis yang sedang tumbuh, yang tidak bisa mendeklarasikan karakter borjuisnya secara terbuka, dan pada waktu yang sama berusaha mempertahankan kaum intelektual dalam kelompoknya.
Cara pandang Marxist telah dijauhkan dari tendensi-tendensi tersebut, yang memang dulunya dibutuhkan secara historis, tetapi sesudahnya menjadi sesuatu yang ketinggalan jaman. Dengan tetap mempertahankan investigasi ilmiahnya, Marxisme secara seimbang mencari akar sosial dari seni yang murni maupun seni yang berpihak. Marxisme sama sekali tidak "membebani" seorang penyair dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pemikiran dan perasaan yang dia ekpresikan, tetapi memberikan pertanyaan yang jauh lebih signifikan, yaitu, pada perasaan-perasaan yang seperti apa sebuah karya artistik berhubungan satu sama lain dalam keanehan-keanehannya? Kondisi-kondisi sosial apa yang melingkupi pemikiran dan perasaan itu? Tempat apa yang mereka jajah dalam perkembangan historis masyarakat dan kelas? Dan lebih jauh lagi, warisan sastra apa yang bermain dalam elaborasi bentuk seni yang lebih baru? Di bawah pengaruh impuls historis apa kompleksitas perasaan dan pemikiran terpecah dalam kulit yang memisahkan mereka dari wilayah kesadaran puitik? Investigasi tersebut dapat menjadi rumit, mendetil atau terindividualisasi, tetapi ide mendasarnya terletak pada peran tambahan yang dijalankan seni dalam proses sosial.
Setiap kelas memiliki kebijakannya sendiri terhadap seni, yaitu berupa sebuah sistem yang menampilkan tuntutan-tuntutan atas seni, yang berubah sesuai dengan waktu; seperti contohnya, perlindungan ala Maecenas terhadap istana dan grand seigneur, hubungan otomatis antara permintaan dan penawaran yang dipasokkan oleh metode-metode kompleks yang mempengaruhi individu-individu, dan seterusnya, dan sebagainya. Ketergantungan sosial dan bahkan personal dari seni tidaklah ditutup-tutupi, tapi secara terbuka diumumkan selama seni tersebut mempertahankan sifat jujurnya. Karakter misterius, luas, dan populer dari borjuis yang bangkit telah menggiring, secara menyeluruh, pada teori seni murni, meskipun begitu banyak penyelewengan terjadi dalam teori ini. Seperti yang telah diindikasikan di atas, sastra bertendens kaum intelektual "populist" diimbuhi dengan sebuah kepentingan kelas; kaum intelektual tidak mampu memperkuat dirinya sendiri dan merebut hak untuk memainkan peranan dalam sejarah bagi dirinya tanpa dukungan dari rakyat. Tapi dalam perjuangan revolusioner, egotisme kelas kaum intelektual terpadamkan, dan pada sayap kirinya, mereka mengasumsikan bentuk pengorbanan diri dalam tataran tertinggi. Itulah kenapa kaum intelektual tidak hanya menutupi seni dengan sebuah tendensi, tapi memproklamirkannya, yaitu mengorbankan seni, seperti halnya mereka mengorbankan banyak hal lainnya.
Konsepsi Marxist tentang ketergantungan sosial obyektif serta kegunaan sosial dari seni, saat diterjemahkan dalam bahasa ilmu politik, bukannya dimaksudkan untuk mendominasi seni dengan perintah atau pesanan. Tidak benar jika dikatakan bahwa kita hanya menghargai seni yang baru dan revolusioner, yang menyuarakan suara para pekerja, dan omong kosong jika kita dikatakan menuntut para penyair menggambarkan cerobong pabrik, atau pemberontakan melawan kapital! Tentu saja seni yang baru, tidak bisa tidak, menempatkan perjuangan proletariat pada perhatiannya yang utama. Tapi penjajakan seni baru tidaklah terbatas pada beberapa bidang saja. Sebaliknya, ini harus menjajaki semua seluruh lapangan dalam keseluruhan arah. Syair-syair pribadi dalam lingkupnya yang terkecil memiliki hak mutlak untuk tetap eksis dalam seni baru. Tetapi, manusia baru tak akan bisa dibentuk tanpa adanya sebuah puisi liris baru. Tetapi untuk menciptakannya, sang penyair harus memandang dunia dengan cara yang baru. Jika Kristus atau Sabaoth saja lunglai dalam rengkuhan para penyair (seperti dalam kasus Akhmatova, Tsvetaeva, Shkapskaya dan yang lain), ini membuktikan betapa ketinggalannya lirik mereka dan betapa tidak mencukupinya mereka bagi manusia baru. Bahkan saat dimana terminologi seperti itu tidak lebih dari sekedar kata dalam menghadapi zaman, hal tersebut menunjukkan sebuah kemacetan psikologis, dan oleh karenaya berdiri dalam kontradiksi dengan kesadaran manusia baru.
Tak seorangpun ingin atau bermaksud memaksakan tema-tema pada para penyair. Silahkan menulis tentang segala sesuatu yang anda pikirkan. Tapi biarkanlah kelas baru ini, kelas yang merasa terpanggil untuk membangun sebuah dunia baru, bersuara kepada anda dalam beberapa permasalahan-permasalahan tertentu. Kelas ini tidak memaksa penyair-penyair muda anda menerjemahkan filsafat hidup abad tujuh belas dalam bahasa yang sempurna. Karya seni, dalam lingkup tertentu dan tingkatan yang luas, bersifat merdeka, tetapi seniman yang menciptakan karya ini dan juga pemirsa yang menikmatinya bukanlah mesin-mesin mati; yang pertama menciptakan karya dan yang kedua mengapresiasi karya tersebut. Mereka adalah makhluk hidup, meskipun kadang tidak seluruhnya harmonis, dengan kondisi psikologi terkristalisasi yang mewakili sebuah kesatuan tertentu. Psikologi seperti ini merupakan akibat dari kondisi-kondisi sosial. Penciptaan dan persepsi seni adalah satu dari sekian fungsi psikologi tersebut. Dan tak peduli sepandai apapun kaum formalis mencoba menampilkan dirinya, konsepsi keseluruhan mereka secara sederhana didasarkan pada fakta bahwa mereka mengabaikan kesatuan psikologis dari manusia sosial, yang menciptakan dan menikmati apa yang telah diciptakan itu.
Dalam seni, kelas proletar harus memiliki ekspresi yang berasal dari cara pandang spiritual baru yang mulai diformulasikan dalam diri mereka, dan kemana seni harus membantunya untuk menciptakan bentuk. Ini bukanlah tuntutan negara, tetapi tuntutan sejarah. Kekuatannya terletak pada obyektifitas dari kebutuhan sejarah. Anda tak bisa melewatinya begitu saja, atau lari dari kekuatannya. . . .
Victor Shklovsky, yang secara enteng meloncat dari formalisme verbal ke penilaian subyektif, menunjukkan sikap yang sangat memusuhi teori materialisme historis seni. Dalam sebuah booklet yang dia publikasikan di Berlin, dengan judul The March of the Horse, dia memformulasikan sebuah nilai fundamental, dalam tingkatan tertentu juga tak terbantahkan, argumen panjang Shklovsky-five (bukannya empat atau enam, tapi lima) melawan konsepsi materialis seni dalam tiga halaman kecil. Mari kita bersama-sama mempelajari argumen ini, karena toh untuk mengetahui guyonan seperti apa yang disebarkannya sebagai perlawanan terakhir dari pemikiran ilmiah (dengan ragam referensi ilmiah terbesar yang termuat dalam tiga halaman microscopik yang sama) tak akan membuat kita cedera.
"Jika lingkungan dan relasi produksi,' kata Shklovsky, 'telah mempengaruhi seni, lalu tidakkah tema-tema seni akan terikat pada tempat-tempat yang terhubung dalam relasi-relasi itu saja? Padahal tema tak terbatas wilayah.' Well, bagaimana dengan kupu-kupu? Menurut Darwin, mereka juga terhubung dengan relasi-relasi khusus, tapi mereka toh terbang dari satu tempat ke tempat lain, seperti halnya sastra.
Bukanlah pekerjaan yang mudah untuk memahami kenapa Marxisme selalu dicurigai mengutuk atau memperbudak tema-tema. Fakta bahwa orang yang berbeda dan orang yang sama dalam kelas yang berbeda mempergunakan tema yang sama secara sederhana menunjukkan betapa terbatasnya imaginasi manusia, dan betapa manusia mencoba untuk mempertahankan energi ekonomi dalam setiap jenis kreasi, bahkan dalam artsitik. Setiap kelas mencoba untuk memanfaatkan, hingga tingkatan yang tertinggi, warisan material dan spiritual dari kelas lainnya.
Argumen Shklovsky dapat ditransfer secara sederhana ke dalam bidang tekhnik produktif. Mulai zaman kuno, wagon selalu didasarkan pada satu tema yang sama, yang disebut, as roda, roda, dan lampu. Tetapi, kereta patrisian Roma diadaptasi sesuai selera dan kebutuhannya, seperti halnya kereta Count Orloy, disesuaikan dengan kelembutan yang sesuai dengan selera Catherine the Great. Wagon petani Rusia diadaptasi sesuai dengan kebutuhan rumah tangganya, pada kekuatan kudanya yang kecil, dan pada karakter jalan-jalan pedesaan. Otomobil, yang tak bisa dibantah merupakan produk dari tekhnik baru, menunjukkan tema yang sama, yang disebut empat roda dan dua as roda. Tapi saat kuda para petani mundur ketakutan terkena sinar lampu yang menyilaukan dari otomobil di jalanan Rusia pada malam hari, sebuah konflik dari dua budaya terefleksi dalam sebuah episode.
"Jika lingkungan mengekspresikan dirinya sendiri dalam novel," makan muncullah argumen yang kedua, " ilmu pengetahuan Eropa tidak akan bersusah payah memikirkan dari mana cerita Seribu Satu Malam diciptakan, entah dari Mesir, India, atau Persia." Untuk menyebutkan bahwa lingkungan seseorang, termasuk seorang seniman, yaitu kondisi dari pendidikan dan kehidupannya, menemukan ekspresi dalam seninya bukanlah berarti menyatakan bahwa ekspresi seperti itu memiliki memiliki karakter geografis, etnografis, dan karakter statistikal yang sama persis. Tidaklah mengejutkan bahwa adalah sulit untuk memutuskan apakah sebuah novel ditulis di Mesir, India atau Persia, karena kondisi sosial dari negara-negara tersebut memiliki banyak kesamaan. Tapi fakta utama bahwa ilmu pengetahuan Eropa “memecahkan kepalanya” mencoba untuk menjawab pertanyaan ini dari novel tersebut menunjukkan bahwa novel itu merefleksikan sebuah lingkungan, meskipun tak sama persis. Tak seorang pun bisa melompat diluar dirinya. Bahkan omelan dari seorang yang sakit jiwa berisi sesuatu yang orang itu terima dari dunia luar sebelum dia sakit. Tapi adalah gila untuk menganggap omelannya sebagai refleksi akurat dari dunia di luar dirinya. Hanya seorang psikiatris yang berpengalaman dan penuh perhitungan, yang mengetahui masa lalu dari sang pasien, yang akan mampu menemukan mana bagian realita yang terefleksi atau terdistorsi dalam isi omelannya
Kreasi artistik tentu saja bukanlah omelan meskipun ini juga merupakan pembelokan, sebuah perubahan dan transformasi realita, sesuai dengan hukum-hukum kekhususan seni. Sejauh apapun seni fantasi melangkah, dia tak bisa menolak material lain kecuali apa yang diberikan dunia tiga dimensi dan masyarakat berkelas padanya. Bahkan saat sorang artis menciptakan sorga dan neraka, dia hanya mentransformasikan pengalaman dari hidupnya dalam phantasmagoria.
"Jika ciri-ciri kelas dan kelas sendiri terakumulasi dalam seni," Shklovsky melanjutkan, "lalu bagaimana bisa dongeng-dongeng orang Rusia yang beragam mengenai bangsawannya sama dengan dongeng tentang pendeta mereka?"
Dalam esensinya, ini hanyalah bentuk lain dari argumen yang pertama. Kenapa dongeng tentang bangsawan dan pendeta tidak boleh sama, dan apakah itu bertentangan dengan Marxisme? Proklamasi yang ditulis secara jelas oleh kaum Marxist seringkali membicarakan mengenai tuan tanah, kapitalis, pendeta, jendral dan penghisap lainnya. Tuan tanah tak bisa dibantah berbeda dengan kapitalis, tapi terdapat kasus dimana mereka dianggap serupa. Kenapa, karenanya, kesenian rakyat dalam kasus-kasus tertentu tidak boleh memperlakukan bangsawan dan pendeta sebagai wakil dari kelas yang berdiri di atas rakyat dan yang merampok mereka? Dalam kartun Moor dan Deni, pendeta bahkan sering berdiri berdampingan dengan tuan tanah, tanpa merusak analisa Marxisme.
"Jika ciri-ciri etnografis tercermin dalam seni," lanjut Shklovsky, " folklore tentang orang di luar batas folknya tak akan bisa terserap dan tak akan bisa dituturkan oleh folk yang lain."
Seperti yang anda lihat, argumen tersebut sama sekali tak bisa dijadikan sebagai serangan pada Marxisme. Marxisme tidak pernah menyatakan bahwa ciri-ciri etnografi mempunyai sifat independen. Sebaliknya, Marxisme menekankan adanya signifikansi ketergantungan formasi folklore pada kondisi-kondisi ekonomis dan alamiah. Kesamaan kondisi dalam perkembangan masyarakat beternak dan bertani, dan kesamaan dalam karakter hubungan pengaruh-mempengaruhi yang menguntungkan antara satu sama lain, tidak bisa tidak akan akan menggiring pada penciptaan folklore yang serupa. Dan dari cara pandang pertanyaan yang menjadi perhatian kita saat ini, kita dapat mengetahui bahwa pertanyaan ini tidak membedakan apakah tema homogen ini muncul secara independen diantara komunitas yang berbeda, sebagai refleksi pengalaman hidup yang homogen dalam ciri mendasarnya dan yang terefleksi melalui prisma homogen imajinasi para petani, atau apakah benih dari dongeng ini diseret angin yang ramah dari satu tempat ke tempat yang lain, mengakar dimanapun juga tanah mau menerimanya. Sangatlah mungkin, dalam realitanya, bahwa metode-metode tersebut terkombinasikan.
Dan akhirnya, dalam argumen kelimanya yang terpisah - "Rasio yang telah diajukan (Marxisme) salah”- Shklovsky merujuk pada tema seputar penculikan yang diangkat dalam komedi-komedi Yunani sampai dengan drama Ostrovsky. Dengan kata lain, pengkritik kita ini mengulangi, dalam bentuk khusus, argumennya yang terawal (seperti yang kita lihat, bahkan dalam menggunakan logika formal, formalis kita ini tak bagus juga). Benar, tema-tema memang bermigrasi dari rakyat ke rakyat yang lain, dari kelas ke kelas yang lain, dan bahkan dari penulis ke penulis yang lain. Ini menunjukkan bahwa imajinasi manusia bersifat ekonomis. Sebuah kelas tidak betul-betul menciptakan budayanya dari nol, tapi merebut kepemilikan kelas sebelumnya atas budaya sebelumnya, memecahnya, menyentuhnya, menggarapnya, dan membangunnya lebih jauh. Jika tak terjadi pemanfaatan tangan kedua seperti demikian, proses historis tak akan pernah mengalami perkembangan sama sekali. Tidak hanya tema drama Ostrovsky itu saja yang didapat melalui Mesir dan melalui Yunani, tetapi kertas dimana Ostrovsky mengembangkan temanya juga merupakan sebagai sebuah pengembangan dari papyrus Mesir dan perkamen Yunani. Mari kita mengambil analogi yang lain yang lebih dekat: fakta bahwa metode kritis dari para Sophis Yunani, yang merupakan kaum formalis di zamannya, telah berpenetrasi dalam kesadaran teoritis Shklovsky, tidak merubah sama sekali fakta bahwa Shklovsky sendiri merupakan sebuah produk yang apik dari sebuah lingkungan sosial tertentu dan zaman tertentu.
Usaha menghancurkan Marxisme yang dilakukan Shklovsky dalam lima poinnya sangat mengingatkan kita pada artikel-artikel yang diterbitkan melawan Darwinisme dalam sebuah majalah The Orthodox Review pada masa lalu yang indah. Jika doktrin bahwa manusia berasal dari kera adalah benar, tulis Uskup berpendidikan Nikanor dari Odessa tiga puluh atau empat puluh tahun yang lalu, maka kakek kita akan memiliki tanda-tanda semacam ekor, atau setidaknya akan pernah melihat ciri seperti itu pada kakek atau nenek mereka. Kedua, seperti semua orang ketahui, monyet hanya bisa melahirkan monyet. . . . Kelima, Darwinisme salah, karena dia menyangkal formalisme-maaf, maksud saya, keputusan formal konferensi gereja seluruh dunia. Keuntungan dari rahib berpendidikan ini terletak pada fakta bahwa dia merupakan passéist terang-terangan dan mengambil pedomannya dari Rasul Paulus dan bukan dari Fisika, Kimia atau Matematika, seperti sang futuris Shklovsky lakukan.
Tak perlu dipertanyakan lagi kebenaran bahwa kebutuhan akan seni bukanlah diciptakan oleh kondisi-kondisi ekonomi. Kebutuhan akan pangan juga tak diciptakan oleh ilmu ekonomi. Sebaliknya, kebutuhan pangan dan kehangatan menciptakan ilmu ekonomi. Adalah benar bahwa seseorang tak bisa selalu menengok prinsip-prinsip Marxisme dalam memutuskan apakah akan menolak atau menerima sebuah karya seni. Sebuah karya seni harus, pertama kali, dinilai berdasarkan hukumnya sendiri, yaitu dengan hukum-hukum seni. Tapi Marxisme sendiri dapat menjelaskan kenapa dan bagaimana tendensi tertentu dalam seni bermula dalam periode tertentu sejarah; dengan kata lain, siapakah yang menciptakan tuntutan terhadap sebuah bentuk artistik dan bukan yang lain, dan kenapa.
Akan kekanak-kanakan untuk berfikir bahwa setiap kelas mampu secara menyeluruh dan penuh menciptakan seninya sendiri dari dalam dirinya sendiri, dan, secara khusus, bahwa kaum proletariat mampu untuk menciptakan sebuah seni baru melalui gilda-gilda seni dan lingkaran-lingkaran tertutup, atau dengan Organisasi Budaya Proletar, dan sebagainya. Berbicara secara umum, karya artistik manusia selalu berkelanjutan. Setiap kelas yang baru tumbuh melekatkan dirinya pada bahu kelas sebelumnya. Tapi kontinuitas ini bersifat dialektis, yaitu dia menemukan dirinya sendiri melalui tabrakan-tabrakan dan perpecahan internal. Kebutuhan atau tuntutan artistik baru bagi cara pandang artistik dan susastra baru distimulasikan oleh ekonomi, melalui perkembangan sebuah sebuah kelas baru, dan desakan kecil yang dipasok oleh perubahan posisi kelas itu, dibawah pengaruh dari pertumbuhan kekayaan serta kekuasaan budaya kelas tersebut.
Penciptaan artistik merupakan penggalian segala isi bentuk-bentuk lama yang rumit, di bawah pengaruh desakan baru yang berasal dari luar seni. Dalam pengertian yang besar, seni adalah buah tangan. Seni bukannya sebuah elemen terpisah yang mampu merawat dirinya sendiri, tapi seni adalah sebuah fungsi manusia sosial yang terikat pada hidup dan lingkungannya. Dan betapa berkarakternya–jika seseorang ingin mereduksi setiap ketakhayulan sosial ke dalam absurditasnya- seorang Shklovsky ketika dia sampai pada ide mengenai independensi mutlak seni dari lingkungan sosial dalam sebuah periode sejarah Rusia dimana seni mengungkapkan spiritualitasnya, lingkungannya dan ketergantungan materialnya pada kelas-kelas sosial, sub-kelas and kelompok-kelompok secara gamblang!
Materialisme tidak menyangkal signifikansi dari elemen-elemen bentuk, baik dalam logika, yurisprudensi atau seni. Seperti halnya sebuah sistem yurisprudensi dapat dan harus dinilai dengan logika dan konsistensi internal, maka seni juga dapat dan harus dinilai dari sudut pandang pencapaiannya dalam bentuk, karena tak akan pernah ada seni tanpanya. Namun, teori yuridis yang dicoba untuk mengembangkan independensi hukum dari kondisi sosial akan cacat pada dasar terdalamnya. Kekuatan gerak hukum terletak pada bidang ekonomi-dalam kontradiksi-kontradiksi sosial. Hukum hanya memberikan ekspresi yang terharmonisasi secara internal dan ekspresi formal dari fenomena-fenomena ini, bukan tentang kekhususan-kekhususan individual, tapi tentang karakter umumnya, yaitu elemen-elemen yang terulang dan permanen didalamnya. Kita dapat melihat sekarang dengan secercah kejelasan dalam sejarah bagaimana hukum yang baru terbentuk. Ini tidak dilakukan dengan deduksi logis, tapi melalui penilaian empirik dan penyesuaian pada kebutuhan-kebutuhan ekonomis dari kelas penguasa baru.
Sastra, yang metode dan prosesnya memiliki akar jauh di masa lalu dan mewakili pengalaman akumulatif dari kepengrajinan verbal, mengekspresikan pemikiran, perasaan, suasana hati, sudut pandang dan harapan dalam era baru dan kelas barunya. Kita tak bisa melompati tahap ini. Dan tak ada gunanya untuk melompatinya, setidaknya, bagi mereka yang tidak mengabdi pada masa lalu atau kelas yang telah hidup lebih lama dari kekuasaannya.
Metode analisis formal memang dibutuhkan, tapi tidak mencukupi. Anda bisa menghitung jumalah aliterasi dalam mazmur-mazmur populer, mengklasifikasikan metafora, menghitung jumlah huruf vokal dan konsonan dalam sebuah lagu pernikahan. Ini tentu saja memperkaya pengetahuan kita akan seni rakyat, dalam satu atau beberapa segi lainnya; tapi jika anda tidak paham akan sistem bercocok tanam para petani, dan kehidupan yang didasarkan pada sistem ini, jika anda tidak tahu bagian permainan-permainan celurit, dan jika anda tidak menguasai makna dari kalender gereja bagi para petani, periode waktu dimana para petani menikah, atau dimana para petani perempuan melahirkan, anda hanya akan memahami lapisan luar kesenian folk, tapi bagian terpentingnya tidak akan pernah teraih.
Pola arsitektural dari katedral Cologne bisa dibentuk dengan cara menghitung dasar dan tinggi dari tapaknya, dengan menentukan tiga dimensi pada bagian tengahnya, dimensi-dimensi dan penempatan kolom-kolomnya, dan seterusnya. Tapi tanpa tahu seperti apa kota di abad pertangahan, apakah gilda itu, dan apakah makna dari gereja Katolik dalam abad pertengahan, katedral Cologne tak akan pernah bisa dipahami. Usaha untuk memisahkan seni dengan kehidupan, untuk mendeklarasikan kemandirian kerajinan dalam dirinya, mendevitalisasi dan membunuh seni. Kebutuhan akan tindakan seperti itu merupakan sebentuk peringatan yang tak mungkin meleset tentang adanya kemunduran intelektual.
Analogi antara argumen-argumen teologis dan Darwinisme yang disebutkan di atas mungkin terkesan tak berhubungan dan anekdotal bagi pembaca. Mungkin benar, untuk beberapa segi. Tapi sebuah hubungan yang lebih dalam memang ada. Teori formalis tak pelak akan membangkitkan kenagan kaum Marxist yang telah membaca semua lagu-lagu akrab berisikan melodi filosofis yang sangat kuno. Para ahli hukum dan dan kaum moralis (untuk mengingat kembali secara acak Stammler si orang Jerman, dan kaum subyektivis kita Mikhailovsky) mencoba untuk membuktikan bahwa moralitas dan hukum tak bisa ditentukan oleh kondisi ekonomi, karena kehidupan ekonomi tak mungkin berada diluar norma etis dan yuridis. Nyatanya, kaum formalis hukum dan moral tak pernah melangkah sampai titik dimana mereka mampu memperlihatkan independensi total hukum dan etika dari ekonomi. Mereka mengakui hubungan tertentu yang mutual dan komplek. Mereka mengakui keberadaan 'faktor,’ dan faktor-faktor ini, meski mempengaruhi satu sama lain, mempertahankan kwalitas substansi-substansi independen, datang tanpa seorangpun tahu darimana asalnya. Penegasan atas independensi total dari faktor estetik dari pengaruh kondisi-kondisi sosial, seperti yang dirumuskan oleh Shklovsky, merupakan sebuah contoh dari hiperbola spesifik yang akarnya terletak pada kondisi-kondisi sosial juga; ini adalah megalomania estetika yang menyalakan realita kehidupan yang berat pada kepalanya. Lepas dari ciri khusus ini, konstruksi kaum formalis menunjukkan metodologi yang salah, sama dengan apa yang setiap jenis idealisme lain punyai.
Bagi seorang materialis, agama, hukum, moral dan seni merepresentasikan aspek-aspek terpisah dari satu kesatuan dan proses pembangunan sosial yang sama. Meski mereka membedakan dirinya dari dasar industrialnya, bertumbuh semakin komplek, memperkuat dan mengembangkan sifat-sifat istimewanya dalam detil-detil, politik, agama, hukum, etika dan estetika tetap mempertahankan fungsi manusia sosial dan mengikuti hukum-hukum organisasi sosialnya. Kaum idealis, pada lain pihak, tidak melihat sebuah kesatuan proses perkembangan historis yang mengembangkan organ-organ dan fungsi yang perlu dari dalam dirinya sendiri, tapi lebih sebagai sebuah penginteraksian, pengkombinasian, dan persinggungan prinsip-prinsip independen tertentu- substansi-substansi agamis, politis, yuridis, estetik dan etis, yang mempunyai sebab dan penjelasan dalam diri mereka sendiri.
Idealisme (dialektis) Hegel merancang substansi-substansi semacam ini (yang merupakan kategori-kategori abadi) dalam beberapa urutan dengan cara mereduksi mereka menjadi sebuah kesatuan genetik. Lepas dari fakta bahwa kesatuan ini bagi Hegel adalah roh absolut, yang membagi dirinya sendiri dalam sebuah proses manifestasi dialektisnya menjadi beragam "faktor," sistem Hegel, karena sifat dialektisnya, bukan karena idealismenya, memberikan sebentuk gambaran realita historis seperti dalam ilustrasi sebuah tangan manusia yang dilepaskan dari sarung tangannya.
Tapi kaum formalis (dan wakil terjeniusnya, Immanuel Kant) dalam hari dan jam penyingkapan filosofisnya, tidak mencermati seluruh dinamika perkembangan, melainkan hanya pada satu bagian persinggungannya saja. Mereka mengungkapkan kompleksitas dan keberagaman obyek yang terdapat dalam dalam garis pertemuan itu (bukannya proses, karena mereka tidak memikirkan tentang proses-proses). Kompleksitas ini mereka analisa dan kelompokkan. Mereka memberi nama pada elemen-elemen, yang serta merta ditransformasikan dalam esensi-esensi, dalam sub-absolut, tanpa ayah dan ibu; dalam gurauan, agama, politik, moral, hukum, seni. Di sini kita tak lagi mendapati sarung tangan sejarah yang terobek saja, tapi juga kulit jari yang terkoyak, dijemur dalam suhu abstraksi penuh, dan tangan sejarah ini menjadi produk dari “interaksi” ibu jari, jari telunjuk , jari tengah, dan semua "faktor-faktor" lainnya. Jari kelingking merupakan "faktor" estetik, bagian yang terkecil, tapi bukannya yang terakhir dicintai.
Dalam biologi, vitalisme adalah variasi-variasi pemujaan mutlak yang sejenis dalam menunjukkan aspek-aspek berbeda dari proses dunia, tanpa pemahaman atas relasi internal. Seorang pencipta adalah semua yang tak memiliki estetika atau moralitas absolut dan supersosial, atau “kekuatan vital” absolut superfisikal. Keberagaman faktor-faktor independen, "faktor-faktor" yang tak berawal dan berakhir, tidak lain adalah sebuah politeisme bertopeng. Seperti halnya idealisme Kantian secara historis mewakili sebuah terjemahan Kekristenan dalam bahasa filsafat rasionalistik, semua jenis formalisasi idealistik, baik yang terbuka maupun rahasia, menggiring kita pada figur tuhan, sebab dari segala sebab. Dalam perbandingan dengan oligarki sekumpulan sub-absolut filsafat idealis, seorang individu pencipta tunggal hanyalah satu elemen dalam deretan yang ada. Di sinilah terletak hubungan yang lebih dalam antara penolakan kaum formalis terhadap Marxisme dan penolakan teologis terhadap Darwinisme.
Mazhab formalis adalah idealisme gagal yang diterapkan pada pertanyaan seni. Kaum formalis menunjukkan sebuah relijiusitas yang matang. Mereka adalah pengikut Santo Yohanes. Mereka percaya bahwa "pada mulanya adalah Firman." Namun kita percaya bahwa pada mulanya adalah perbuatan. Sang kata mengikuti, sebagai bayang-bayang fonetiknya***

PENGANTAR FILSAPAT


PENGANTAR FILSAFAT


A. PENGANTAR

Sejarah perkembangan manusia adalah perkembangan sejarah yang paling menakjubkan di banding mahluk hidup manapun di bumi ini, perkembangan peradaban manusia dari awal adanya manusia hingga sampai saat ini adalah sesuatu yang tidak lahir begitu saja, butuh waktu ribuan tahun dari pertama api di temukan sebagai sumber penerangan kemudian di gantikan dengan lampu listrik seperti saat sekarang, semua yang lahir adalah setelah pengalaman dan hasil percobaan-percobaan manusia yang tidak kenal lelah, manusia juga memahami bahwa manusia memerlukan alam untuk melanjutkan hidup, alam yang harus diolah agar tetap mampu menyediakan kebutuhan manusia yang populasinya terus berkembang bahkan juga mampu memahami bahwa antara manusia yang satu dengan yang lain juga mempunyai hubungan, bagaimana ia harus hidup dalam kelompok dan bagaimana juga manusia menghadapi perubahan-perubahan.
Pertanyaan "apa itu", "dari mana", “mengapa”, dan "ke mana" pertanyaan-pertanyaan ini terus mengemuka dan timbul dalam benak manusia, orang tidak hanya mencari pengetahuan sebab dan akibat dari suatu masalah, tetapi mulai mencari sampai tingkat kebenaran sesuatu sampai paling mendasar, karena hal tersebut disadari atau tidak adalah hal yang mampu memandu kehidupan manusia.
Artinya cara manusia memandang sesuatu di tentukan bagaimana ia mampu memahami hakekat yang paling mendasar, dari situ pula menentukan cara manusia menyelesaikan sebuah persoalan,cepat atau lambat, tepat atau tidak memang akan sangat tergantung bagaimana tingkat pemahaman manusia dalam memandang dan menganalisa sesuatu.
Manusia dan kehidupan sosial memiliki hubungan yang erat. Pemikiran manusia ditentukan oleh masyarakatnya. Masyarakat akan dipengaruhi oleh lingkungannya, baik alam, maupun penduduk. Cara manusia mempertahankan hidup, akan menentukan kesadaran manusia.

B. PENGERTIAN FILSAFAT

Filsafat yang berasal dari bahasa yunani, Philos yang artinya pecinta dan Sophia, yang artinya kebijaksanaan, Filsafat berarti hasrat atau keinginan yang sungguh akan kebenaran sejati. Atau bisa didefinisikan sebagai pencarian terhadap kebenaran yang hakiki. Demikian arti filsafat pada mulanya, kemudian pada perkembangannya, mengalami perlusan yang kompleks. Artinya filsafat mengajak kita untuk memahami kebenaran sesuatu sampai pada akar – akarnya, filsafat menempati posisi sebagai induk segala ilmu dan pengetahuan. Karena dari filsafatlah orang memulai mempertanyakan dan mencari jawaban segala sesuatu. Dapat kita mengerti filsafat secara umum, yaitu suatu ilmu (induk ilmu) yang berusaha menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Sedangkan ilmu pengetahuan merupakan cabang darinya yang berkubang pada permasalahan khusus dan spesifik. Filsafat akan mengajak kita untuk berpikir dan menggambarkan kita untuk tindakan, yang akan memandu hidup kita,sebenarnya tidak ada manusia yang hidup tanpa berlandaskan filsafat, hanya persoalan tahu atau tidak tentang filsafat itu sendiri.
Tetapi ada hal yang membedakan seseorang berpikir filsafat atau tidak, Kattsoff (1963) di dalam bukunya Elements of Philosophy (Pengantar Filsafat) menjelaskan batasan filsafat secara umum untuk melengkapi pengertian kita tentang "filsafat". Pengertian ini juga sekalian menegaskan perbedan pemikiran filsafat dengan lainnya. Bilamana seseorang berpikir secara filsafat.

Filsafat adalah berpikir secara kritis.
Dasar munculnya filsafat adalah pencarian terhadap kebenaran hakiki. Ada banyak permasalahan yang tidak terjawab, tidak tuntas dijawab atau jawaban yang ada tidak memuaskan. Filsafat berlatarbelakang keresahan terhadap permasalahan tersebut. Tidak akan pernah muncul pemikiran filsafat jika tidak ada keresahan. Maka kemudian, setiap orang berfilsafat adalah orang yang berpikir kritis untuk memecahkan permasalahan yang meresahkan tersebut.

Filsafat adalah berpikir dalam bentuk sistematis.
Walaupun cakupan filsafat sangat luas, namun bukan berarti tanpa sistematika. Filsafat akan mempertanyakan hal yang paling hakiki. Dari segala sesuatu yang ada, filsafat akan mencari substansi segala sesuatu tersebut dengan metode yang secara sistematis menuju jawaban terhadap pertanyannya. Menemui hal-hal yang khusus dari masing-masing hal, kemudian mencari sifatnya yang umum, serta mencari jawab atas substansi secara umum, dengan peralatannya (logika).

Filsafat harus menghasilkan sesuatu yang runtut.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam filsafat bukanlah pertanyaan yang acak, namun berurutan dan konsiten, tidak merupakan pertanyaan yang saling bertentangan satu sama lainnya. Filsafat juga bermula dari menjawab substansi umum, kemudian menjelaskannya sesuai dengan tingkatannya dalam hubungan-hubungannya. Dapat bermula dari segala sesuatu, yang ada, yang nyata, yang eksis, dari alam, makhluk hidup, manusia, serta esensinya.

Filsafat adalah berpikir secara rasional.
Harus ada pertanggungjawaban dan penjelasan yang bisa diterima oleh nalar manusia terhadap semua hasil-hasil pemikiran. Ada alasan dan bukti yang secara umum diakui kebenarannya. Semakin nyata sebuah pemikiran, diakui banyak orang, semakin dapat diterima pula oleh akal, serta semakin dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.

Filsafat harus bersifat komprehensif.
Tidak ada sebuah hal yang terpisah samasekasli dari hal lainnya. Filsafat memiliki cakupan yang paling luas dan akan menjelaskan segala sesuatu beserta saling hubungannya. Tidak dapat dikatakan sebagai filsafat jika telah memiliki batasan tema, namun merupakan ilmu. Frans Magnis Suseno melanjutkan, "Filsafat sebagai usaha tertib, metodis, yang dipertanggungjawabkan secara intelektual untuk melakukan apa yang sebetulnya diharapkan dari setiap orang yang tidak hanya mau membebek saja. Untuk mengerti, memahami, mengartikan, menilai, mengkritik data-data dan fakta-fakta yang dihasilkan dalam pengalaman sehari-hari dan melalui ilmu-ilmu.

Filsafat sebagai berpikir rasional dan dapat dipertanggungjawabkan, setidaknya memiliki 3 prasyarat pokok, yaitu
a. Ontologi, secara sederhana filsafat mampu menjawab “apa” yang dipelajari. Ontologi adalah pencarian terhadap sebab-sebab kejadian segala sesuatu, atau latar belakang terjadinya sesuatu. Ontologi mungkin berisi tentang sejarah ataupun pembahasan mengenai asal-usul sesuatu.
b. Epsitimologi, secara sederhana filsafat mampu menjawab “mengapa dan bagaimana” tentang hal yang dipelajarinya itu. Epistimologi berbicara tentang kemunculan ilmu/pengetahuan manusia mengenai segala sesuatu. Antara ontology dan epistimologi dapat digambarkan demikian. Secara ontology, masyarakat sudah ada sejak adanya manusia secara berkelompok. Namun ilmu tentang masyarakat (sosiologi) baru muncul setelah abad XIX. Secara epistimology, baru pada saat itulah muncul pengetahuan/ilmu mengenai masyarakat.
c. Aksiologi, setidaknya filsafat mampu menjawab “kemana” arah berikutnya untuk menjawab persoalan awal, atau bagaimana selanjutnya. Aksiologi berisi tentang panduan dan tuntunan arah dari filsafat ilmu itu sendiri. Apa yang hendak dicapai, merupakan landasan aksiologi filsafat ilmu.

Obyek Formal Filsafat
Filsafat memiliki banyak konsepsi untuk menjelaskan segala hal. Diantaranya adalah kategori yang menjelaskan kepada kita wilayah dan sifat yang saling berbeda. Pemahaman tentang ini akan membantu kita supaya tidak “kabur” dalam memahami sesuatu. Dalam filsafat dikenal adanya ;
a. Bentuk dan Isi
Bentuk selalu meliputi isi. Bentuk adalah penampakan dari segala sesuatu (isi). Sedangkan isi adalah intinya. Isi yang memberi bentuk kepada kenyataan. Bentuk juga melindungi isi. Antara bentuk dan isi selalu sesuai.

b. Gejala dan Hakekat
Gejala adalah penampakan yang ditangkap indera. Sedangkan hakekat adalah substansinya. Gejala muncul dari hakekat, namun tidak semua gejala sama dengan hakekatnya. Bisa juga gejalanya bertentangan dengan hakekat, jika kondisinya memaksa demikian. Gejala yang nampak pada kapitalisme adalah “humanis” namun hakekatnya penindasan.
c. Sebab dan Akibat
Sebab akan menimbulkan akibat, dan akibat akan menjadi sebab di kemudian hari, begitu seterusnya. Sebab selalu mendahului akibat, dan akibat selalu muncul setelah ada penyebabnya. Hubungan antara sebab dan akibat tidaklah linear. “setiap sebab, selalu mendatangkan akibat, namun tidak semua akibat, berasal dari sebab yang sama”. yang sama”. Misalnya (sebab) manusia dipenggal kepalanya, ia akan mati (akibat). Namun tidak semua manusia mati (akibat), disebabkan kepalanya dipenggal, mungkin karena kecelakaan, dsb.
d. Keharusan dan Kebetulan
Keharusan adalah sesuatu yang tidak boleh tidak, “pasti terjadi”. Keharusan menuntut segala sesuatu dipenuhi. Sedangkan kebetulan adalah tidak tentu, ia merupakan pertemuan antara dua keharusan oleh karena kondisi material.

Jadi Kesimpulanya filsafat adalah: “Pandangan manusia yang paling umum mengenai dunia secara keseluruhan mengenai gejala-gejala alam, masyarakat dan fikiran atau pengetahuan itu sendiri, oleh karenanya masalah hubungan antara fikiran dan keadaan, antara subyektif manusia dengan dunia obyektif”.
Secara garis besar ada dua aliran filsafat yang berkembang, yaitu idealisme dan materialisme, dan kemudian banyak cabang yang berkembang dari dua aliran filsafat tersebut

Pada dasarnya, aliran filsafat berawal dari hal-hal yang material. Filsafat muncul karena manusia melihat, mengalami atau menemui segala sesuatu di dunia ini. Hanya kemudian ada dua sudut pandang utama yang melahirkan corak filsafat dan aliran yang terbagi dalam dua kelompok besar. Perbedaan sudut pandang terletak pada apa yang lebih dahulu (yang primer) dari setiap kenyataan yang ada. Ketika seseorang melihat benda, apa yang lebih dahulu, bendanya yang ada, kemudian manusia menyebutnya dengan sebuah nama, ataukah ide/gagasan/pemikiran tentang benda itu yang lebih dahulu, kemudian melahirkan benda tersebut. Perbedaan ini melahirkan dua kubu utama filsafat, yaitu kubu ide dan kubu materi. Dalam setiap kubu, ada beberapa aliran, tergantung kepercayaan darimana segala sesuatu muncul (substansi).

C. DUA KUBU DALAM FILASFAT
1. IDEALISME
PENGERTIAN
Filsafat yang menekankan pada ide sebagai substansi segala sesuatu (yang primer). Filsafat jenis ini memberi tempat tertinggi kepada akal, jiwa, atau ide manusia. Segala sesuatu tidak tergantung pada materinya, ada atau tidaknya secara fisik. Keberadaan segala sesuatu selalu tergantung dari idenya. Paradigma ini terbagi kedalam 2 aliran besar, yaitu:

Idealisme,
Menurut aliran ini, ide adalah substansi segala sesuatu. Segala yang ada, ditentukan oleh idenya. Sebuah barang disebut gelas, karena ide kita yang menciptakan barang berupa gelas. Bisa juga ada barang serupa yang lain fungsinya, atau lain barang sama fungsinya, namun namanya berbeda, karena ide kita mengatakan lain. Gelas tidak pernah ada jika ide tentang gelas tidak pernah ada. Idealisme terbagi ke dalam beberapa sub aliran, sesuai dari mana datangnya ide tersebut, daintaranya yang paling dominan adalah :

 Idealisme Subyektif:
Ide yang diyakini sebagai substansi adalah ide yang berasal dari diri kita (manusia). Kita menyebut sebuah barang berupa gelas karena ide kita mengatakan bahwa barang tersebut adalah gelas. Idealisme Subyektif dikembangkan oleh george Berkley (1684-1753) filsafat yang menopang kaum borjuasi besar inggris abad ke 18, untuk memperkuat kedudukannya, pandangannya adalah bahwa segala sesuatu yang tertangkap oleh panca indra kita bukanlah suatu kenyataan akan tetapi merupakan khayalan dari ide/perasaan kita. Abad 19 filsafat ini mengambil bentuk yang di sebut Positifisme yang di kembangkan oleh aguste comte (1798-1857) pandanganya adalah bahwa alam/dunia merupakan suatu ciptaan pengalaman manusia, jadi dunia bukanlah suatu kenyataan yang sesungguhnya dunia hanyalah apresiasi pengalaman manusia saja. Menurut Comte, kapitalisme merupakan system yang paling rasional sebagai hasil kemenangan fikiran ilmiah pada tingkatan Empirisme. Sebagai kelanjutan dari positivisme adalah munculnya aliran Pragmatisme yang popular di Amerika serikat. Tokoh-tokohnya yang terkenal antara lain William james (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952), kaum pragmatis ini walaupun mengakui adanya dunia obyektif tetapi menurut mereka dunia obyektif sama sekali tidak ada artinya jika tidak dihubungkan dengan nilai praktis pengalaman manusia. Menurut mereka benar tidaknya pengetahuan atau teori tentang sesuatu bukanlah di ukur dengan sesuai atau tidaknya dengan kenyataan obyektif, melainkan diukur dengan ada atau tidaknya nilai kontan. Perkembangan lain dari filsafat idealisme subjektif adalah eksistensialisme, dengan tokohnhya antara lain Martin Heiddeger (1880-…) dari jerman, kemudian Jean Paul Sartre (1905-…) pokok pandangan dari Eksistensialisme adalah pengakuan bahwa manusia tak mampu mengenal dunia luar yang serba misterius dan rumit, satu-satunya kenyataan yang di kenalnya adalah “aku ada“. Oleh karena itu manusia boleh melakukan perbuatan semaunya, dan itu bisa di capai jika manusia memisahkan dirinya dari individu lain dan masyarakat, karena dalam masyarakat dan hubungan dengan individu lain akan terampas individulitetnya. Filsafat ini sebagai pencerminan ketakutan borjuasi akan kehancurannya yang tidak dapat di elakkan dan sebagai manifestasinya adakalanya berwujud pada tindakan yang kalap. Eksistensialisme dan idealisme obyektif merupakan ladang yang subur bagi tumbuhnya Fasisme dan militerisme.

 Idealisme Obyekltif:
Ide yang diyakini sebagai substansi segala sesuatu adalah ide yang berasal dari luar kekuatan manusia. Alam semesta ini diciptakan dan dikendalikan oleh Tuhan, Dewa, dll. Keyakinan seperti itu biasanya diterima secara luas. Idealisme Obyektif dikembangkan oleh Plato (427-347 SM) penganutnya disebut platonis,pandangan pokoknya adalah dunia yang sekarang ada bukanlah nyata, tetapi dunia bayangan/maya’IDEA" yang abadi dan nyata, dialah yang akhirnya mewakili aliran animisme berkembang,dalam zaman feudal idealisme obyektif mengambil bentuk SKOLATISME (384-322 SM) dengan tokohnya aristoteles, pandangan pokoknya adalah theologia(system hirarki kekuasaan yang menyebutkan bahwa penguasa dunia adalah tuhan dan para raja/pemuka agama adalah wakil terbaiknya di bumi), Spiritualisme,memberi tempat tertinggi pada jiwa. Memandang bahwa jiwa merupakan substansi segala macam. Substansi adanya manusia adalah jiwa, tanpa jiwa, manusia hanyalah seonggok daging hidup. Jiwa manusia menentukan keberadaan manusia itu sendiri. sebagai dasar segala sesuatu,dia juga tidak mengakui kebenaran yang ditemukan oleh ilmu-ilmu yang juga sudah ada sebelumnya,dialah pengabdi setia feudal dan para raja waktu itu, dan beberapa tokoh lain seperti, johanes eirengena (833-880) Schelling (Jerman) Thomas Aquinas (1225-1274), duns scotus (1270-1308), sampai puncaknya ke hegel atau Hegelian, secara umum pandangan filasfat ini mati-matian membela kaum bangsawan baik dalam sejarah kelahiranya maupun dalam situasi sekarang,mereka adalah pengabdi setia tokohisme, dan bapakisme (kultus individu) yang di percaya orang terbaik di dunia, maupun di sekitar kehidupan kita, (istilah soekarno adalah kaum textbook-thinkers/kaum pemuja dogma) golongan ini mengambil bentuk
Rasionalisme
memberi tempat tertinggi pada akal.
Substansi segala sesuatu bisa dijelaskan dengan akal manusia. Bahwa lingkaran memiliki busur 360 derajat, 2+2=4, dll tidak perlu dilakukan percobaan untuk membuktikan, karena secara nalar bisa dijelaskan. Bahwa manusia adalah makhluk yang berakal tidak perlu dibuktikan dengan membedah tubuhnya, karena secara nalar manusia memiliki kelebihan.percontohanya adalah seseorang yang tidak pernah melakukan investigasi tapi berani menyimpulkan permasalahan tersebut,dia hanya mendapatkan informasi dari orang lain akan tetapi dipercayai begitu saja kalau hal ini diteruskan maka kita mudah di pecah dan dikacaukan.karena sandaranya yang penting masuk logika saja.



2. MATERIALISME
PENGERTIAN
Filsafat yang menekankan pada materi yang nyata sebagai substansi segala sesuatu. Segala yang terdapat didunia ini substansinya adalah berada pada ruang dan waktu tertentu. Filsafat ini terbagi ke dalam:

a. Materialisme,
memberi tempat tertinggi pada materi.
Substansi segala macam adalah materi. Materi adalah penentu segala sesuatu. Bahwa segala yang ada didunia ini sebetulnya adalah materi. Bentuk, sifat dan watak ditentukan oleh materinya, susunannya, komposisinya, serta caranya terbentuk. Filsafat materialisme juga terbagi kedalam beberapa aliran, yang dominan sampai sekarang adalah:

 Materialisme Mekanik/metafisis:
Materi yang ada tersebut memiliki fungsi dan peranan sendiri. Dunia tersusun oleh materi yang bergerak membentuk sistem kehidupan sesuai fungsinya masing-masing yang harmonis, misal siklus hujan, matahari terbit, dll, semua berjalan sesuai fungsi dan jalurnya masing-masing. Sistem tersebut dipandang sebagai sesuatu yang tetap dan pasti, akan selalu berputar, serta tidak ada hubungan antar sistem yang berlainan. Siklus matahari, tidak berhubungan dengan siklus air, juga tidak berhubungan dengan siklus rantai makanan makhluk hidup. Materialisme ini muncul seiring degan berkembangnya pengetahuan manusia mengenai alam. Manusia sudah dapat menjelaskan gejala alam secara lebih baik. Dalam perkembanganya filsafat ini mengambil bentuk seperti
Filsafat ini secara dasar pijakanya benar yitu berangkat dari situasi obyektif yang kemudian akan melahirkan sebuah keilmuan yang ilmiah dan sanggup di buktikan di segala zaman,akan tetapi metodhe yang dipakainya masih belum tepat karena mengingkari hokum alam yang terus bergerak dan berkembang sesuai hukumya sendiri.

 Materialisme dialektik:
Materialisme yang memiliki hukum-hukum tertentu. Melihat bahwa materi selalu bergerak, berbeda dalam konteks ruang dan waktu tertentu. Adanya gerak mandiri, Adanya kekuatan, baik dari dalam maupun dari liuar yang akan mempengaruhi materi, sehingga terjadi perubahan yang tidak akan pernah berulang kembali dan selalu berkembang. Karena tidak ada kondisi yang sama persis terhadap sebuah materi dalam ruang dan waktu berbeda. Perubahan kuantitatif akan menuju kualitatif. Materi sebagai kesatuan organis, sehingga segala sesuatu ditentukan oleh relasi materi dalam ruang dan waktu. Kondisi bumi berbeda antara abad kemarin dan saat ini, walaupun ada siklus musim yang tetap. Materialisme ini muncul dalam suasana pesatnya perkembangan manusia mengenai gejala alam.



D. PERKEMABANGAN DAN SEJARAH MATERIALISME
PENGERTIAN
Materialisme merupakan aliran filsafat yang mempercayai bahwa substansi segala sesuatu adalah materi yang eksis di dunia ini.Sejarah materialisme dimulai pada masa

Pada Abad 7-1 SM
Materialisme Spontanitas/matrealisme primitif

Berkembang dalam masyarakat kepemilkan budak beberapa tokohnya di china,fan wa zu,di India sekolah charvakas, yunani thales, anaximenes,anaximandros, paraminides, demokrotus dsb Awal perkembangan matrealiaisme yang masih sangat baru Thales, dan kawan-kawan. Adalah Democritus dengan konsep “atom”nya, mengatakan bahwa segala hal berasal dari bagian-bagian sampai yang terkecil disebut atom, dan semua itu bisa dipelajari dengan mengamati atom dan gerakannya. Heraclitos berpendapat bahwa "dunia, kesatuan dari keseluruhan, tidak diciptakan oleh Tuhan atau seseorang manusia, tetapi ada sekarang dan seterusnya merupakan api menyala secara sistematis dan padam secara sistematis".segala sesuatu berangkat dari air, bukan air, temekaniktapi berangkat dari api bukan dari api tetapi berangkat dari kayu.dsb
Abad 17-19 M
Materialisme metafisis/matrealisme mekanik

Berkembang dalam masyrkat merkantilisme atau awal dari lahirnya masyrakat borjuasi beberpa tokohnya,di inggris bacon,jerman feurbach,perancis spinoza,jhon lock dan diderot,pokok pandangannya adalah Material yang dimaksud disini hanyalah yang bisa ditangkap dengan indera. Materi dilihat sebagai benda tanpa perubahan, sebuah batu misalnya, tetaplah sebuah batu sampai kapanpun. Demikian juga filsafat ini dalam memandang manusia. Manusia dalam filsafat materialisme dianggap sebagai materi yang tidak jauh berbeda dengan binatang yang berfikir. Benjamin Franklin pernah mendeskripsikan manusia sebagai a tool-making animal. Pandangannya materilis tetapi metodhenya masih metafisis yang hakekatnya tentu juga idealis kemudian,mereka berpandangan segala sesuatu bergantung pada factor eksternal yang mempengaruhi.

Abad 19 M
Materialisme Demokratis Revolusioner

Berkembang dalam masyarakat yang ingin melakukan revolusi petani beberpa tokohnya adalah rusia Alexander,,herzen,norodon,prudhon, dsb, di Bulgaria isio botev,di Serbia markovic pokok pandangannya adalah materialisme yang melawan segala bentuk feodalime dan penindasan.
Kemudian materialisme mengalami perkembangan pada zaman Aufklarung. Dimana materi dilihat sebagai sebuah sistem yang memiliki pola tetap, materi bergerak dalam tatanannya masing-masing. Materialisme ini memahami gerak benda, namun gerak yang dipahami itu selalu tetap, tanpa perubahan (hanya siklus) dan antara satu sama lain tidak berhubungan. Materialisme ini memandang manusia seperti sebuah mesin, atau mereduksi seluruh tingkah laku manusia menurut hukum fisika dan kimia. Tokoh materialisme ini adalah Ludwig Bouenchner (1824-1899) dengan sukses besar dengan karyanya Kraft und Stoff (Daya dan Materi) dan Ernst Haeckel (1834-1919) yang mempopulerkan teori evolusi dengan menggunakan prinsip-prinsi materialisme.


Abad 19-20 M
Materialisme Dialektika Historis

Berkembang di zaman kapitalisme awal sampai kepada puncak tertingginya yaitu imperialisme beberapa tokohnya adalah Marx. Engels, Lenin, Stalin, Mao Tse Tung,
Pokok pandangannya materialisme methodenya dialektik yang menentukan perkembangan masyrakat adald corak produksi dan perkemabnagan tenaga produktif.dalam perubahan sosial kelas buruh memiliki peran cukup menentukan dan rakyat tertindas lainya.
Munculnya materialisme baru, yaitu materialisme dialektik, yang dikembangkan oleh Karl Marx (1818-1883) dan F. Engels (1804-1895). Materialisme ini timbul sebagai reaksi terhadap idealisme. Materialisme ini memahami gerak yang ada pada materi adalah gerak maju yang selalu berkembang, muncul dari pertentangan yang ada, saling berhubungan antara satu kenyataan dengan kenyataan lainnya. Materialisme ini juga melihat bahwa yang material, bukan hanya benda yang bisa ditangkap oleh indera, namun juga kenyataan yang hadir dalam kehidupan sosial. Materialisme ini menjadi aliran filsafat yang cukup besar dan populer pada saat itu.
Pada permulaan abad 19, kapitalisme di Jerman sedang tumbuh. Untuk melawan kaum liberal (borjuasi demokratik), borjuasi lama (bangsawan feodal) juga menggunakan filsafat sebagai senjata menghadapi kekuatan liberal yang baru tumbuh. Periode ini di Jerman merupakan jaman filsafat klasik Jerman (idealisme romantik). Adalah G.W.F Hegel yang membawa filsafat ini sampai puncak kejayaannya, ia bahkan disebut sebagai Professor Professorum (biangnya Profesor). Begitu menggemanya Hegel, bahkan setiap filsuf Jerman tak dapat melepaskan diri dari bayang pemikiran Hegel.
Setting sosial ketika Hegel hidup adalah zaman dimana Eropa mulai membara. Revolusi Perancis 1789, mengimbas sampai ke Jerman. Revolusi Perancis, terpatahkan dengan munculnya diktatur militer Napoleon Bonaparte. Jerman sebagai negara Federasi kerajaan-kerajaan kecil diserang sehingga hancur. Salahsatu negara kecil di jerman adalah Prusia yang diperintah kaisar Wilhelm. Tuntutan kaum liberal untuk membentuk pemerintahan demokratais, karena terpengaruh revolusi Perancis, ditanggapi secara politik oleh kaisar. Monarkhi Konstitusi yang sedikit beraroma liberal (untuk mengakomodasi liberal) ditetapkan oleh Wilhelm sebagai kompromi antara borjuis lama dan kapitalis yang baru muncul. Namun kemudian dengan kekuatan tentara kaum liberal kapitalis dihancurkan oleh Wilhelm.
Saat itu, di Jerman orang-orang pintar dipekerjakan oleh negara sebagai ideolog, termasuk Hegel, walaupun sebenarnya Hegel berasal dari kalangan liberal. Posisi Hegel ini akan tercermin dalam filsafatnya. Idealisme Hegel telah banyak memberi kontribusi kepada negara Monarkhi Prusia dalam memandang setiap gerakan yang melawan negara sebagai Anarkhisme. Pernyataan Hegel bahwa “yang rasional adalah yang riil dan yang riil adalah rasional”, melegitimasi semua ketentuan negara waktu itu. Apapun yang ditetapkan negara (riil) adalah rasional, oleh karena itu yang menentang negara adalah tidak rasional dan harus diberantas.
Filsafat Hegel adalah Idealisme Absolut, dimana mengharuskan penyingkiran terhadap segala sesuatu yang nisbi, dan kembali kepada yang mutlak. Sementara capaian yang terbesar dari filsafat Hegel adalah dialektika. Hegel menjadi pelopor dalam metode berfilsafat. Jika sebelumnya orang berkubang pada metafisika, maka dengan berani Hegel menggunakan dialektika modern untuk menggambarkan perubahan dunia yang terjadi. Berbagai macam peristiwa di Eropa waktu itu menjadi bahan yang amat berharga bagi Hegel. Bahwa segala sesuatu itu terus berkembang (tidak tetap) yang disebabkan karena kontradiksi (pertentangan) intern yang tidak terdamaikan. Sebuah kondisi akan dinegasikan (ditiadakan) oleh kondisi yang lain. Ia menolak teori evolusi linear, dan menawarkan konsep Thesis – antithesis - synthesis. Juga menurut Hegel, manusia sebagai individu sangat tidak mungkin menghadapi perubahan. Ide absolut yang telah “merancang” perubahan, memerlukan “agen tersebut, dan dalam situasi dimana Hegel berada, negara-lah yang sanggup melakukannya. Ia memandang negara mempunyai kehendak sejarah. Dan Hegel mengatakan bahwa perubahan yang akan terjadi memang sudah digariskan oleh kekuatan di luar manusia, yang mengendalikan alam, yaitu ide absolut (disinilah keterjebakan Hegel dalam idelisme kaum feodal). Sebenarnya Hegel ingin menegaskan bahwa menurut kekuatan ide absolut, sekaranglah giliran kaum borjuis untuk berkuasa menggantikan bangsawan, sebagai hasil dari pertentangan antara keduanya.
Filsafat Hegel yang demikian merupakan cerminan dari kelas waktu itu. Hegel merupakan bagian dari borjuasi demokratik yang sangat kompromis dengan feodalisme. Satu sisi ia tunduk pada kekuasaan Wilhelm, disisi lain ia menginginkan perubahan pada kekuasaan negara. Kondisi ini memang terjadi pada borjuasi liberal di Jerman ketika itu, yang harus berhadapan dengan borjuasi feudal yang terlalu kuat.
Pada pertengahan abad XIX, filsafat tumbuh subur di Jerman, yang dikenal dengan filsafat Romantis. Filsafat Hegel ini kemudian hari terbagi menjad dua. Satu kelompok percaya pada idealisme absolutnya (Hegelian Kanan), sementara kelompok lainnya percaya pada metode dialektiknya (Hegelian Kiri).
Idealisme Hegel kemudian ditentang oleh Feuerbach dengan filsafat materialismenya. Feuerbach mengatakan bahwasannya agama (kepercayaan terhadap kekuatan di luar manusia) merupakan ciptaan manusia belaka sebagai pelarian dari penderitaan akibat penindasan di dunia. Tidak ada kekuatan absolut yang menggariskan perubahan, semua itu ditentukan oleh keadaan manusia sendiri. Materialisme Feuerbach ini kemudian didukung oleh Marx dan Engels, namun tidak sepenuhnya mereka dukung. Marx dan Engels mengambil dari materialisme Feuerbach "inti-sari"nya. mengembangkannya menjadi pemikiran ilmiah dengan membuang belenggu feodalnya. Walaupun Feuerbach seorang materialis, namun ia keberatan terhadap nama materialisme. Sekalipun pada dasarnya materialis, Feuerbach tetap terikat oleh belenggu idealis yang feodal dan materialismenya cenderung metafisik.

MATERIALISME MARX
Materialisme sebelum Marx, menurut Engels mengalami kegagalan dalam memahami dan menjelaskan perkembangan, serta menginterpretasikan persoalan-persoalan sosial (Dutt, 1964). Materialisme sebelum Marx memahami materi hanya benda, mereka tidak pernah membicarakan kehidupan sosial sebagai kenyataan material. Materialisme Marx bukan paham yang menyatakan bahwa segala sesuatu adalah materi seperti yang diajarkan mazhab sebelumnya. Lebih jauh materialisme Marx mengatakan bahwa segala kenyataan/gejala yang ada baik di alam maupun masyarakat merupakan material. Manusia dijadikan kunci untuk memahami realitas dan materi masyarakat. Maka jelas disini perbedaan materialisme Marx dengan materialisme sebelumnya, materialisem Marx jauh lebih mendalam memahami materi, bukan sekedar benda, namun pada kehidupan social. Materialisme Marx memandang ada dua macam materi, yaitu kenyataan alam dan kenyataan social.
Materi bukan sesuatu yang pasif dan lemah, tetapi penuh kekuatan dan energi. Pengertian materi ini sering digunakan untuk mengungkapkan hal-hal (Bottomore, 1982):
1. Kehidupan material (material life)
2. kondisi-kondisi kehidupan material (material condition of life)
3. Kekuatan-kekuatan produktif material (material productive force)
4. Cara produksi kehidupan material (modes of production of material life)
5. Transformasi material kondisi produksi ekonomi (material transformation of the economic condition of production)
Filsafat Marx merupakan perlawanan terhadap segala bentuk pemikiran utopia yang idealistik, sebagaimana eksperimen Owen dan Kingsley yaitu membangun komunitas ideal atas dasar prinsip-prinsip Kristiani, yang dianggap hanya sebagai katalistik. Pemikiran utopis dan idealistik waktu itu merupakan alat penguasa feodal untuk terus menundukkan perlawanan rakyat. Mereka menganggap alam sebagai simbol ke”ilahian” dan berbicara secara teologis sebagai legitimasi kekuasaan, pemikiran seperti ini merupakan pemikiran pra ilmiah. Filsafat ini disebut sebagai sosialisme ilmiah yang merupakan perlawanan terhadap bentuk idealisme dan positivisme. Perubahan pemikiran yang sangat radikal dalam filsafat dicetuskan oleh Marx dengan mengatakan bahwa “selama ini para filosof “hanya bisa mengambarkan dunia, namun tidak pernah berbicara bagaimana mengubah dunia”. Marx menegaskan bahwa filsafat merupakan alat untuk mengubah dunia. Positivisme ditentang karena berakhir pada "skeptisisme ilmiah" dan gagal mempengaruhi masyarakat. Marx lebih menaruh perhatian pada perubahan dan reinterpretasi proses alam dibanding menjelaskan hukum-hukum alam seperti yang dilakukan positivisme.
Materialisme Marx mengatakan bahwa dunia menurut sifat asalnya adalah materiil, bahwa segala hal yang ada di dunia merupakan bentuk materi yang bergerak, ada saling-berhubungan dan saling-bergantungnya gejala-gejala, sebagaimana ditetapkan oleh metode dialektis, adalah hukum perkembangan materi yang bergerak, dan bahwa dunia berkembang sesuai dengan hukum gerak materi dan tidak memerlukan ide absolut sebagai pengendali. Materi, adalah kenyataan objektif yang berada di luar dan terlepas dari kesadaran kita. Materi adalah primer, materi akan menentukan ide manusia dan kesadarannya, dan bahwa kesadaran, adalah sekunder, akibat dari refleksi materi, yang dikelola otak, dan otak adalah alat untuk berfikir; maka kita tidak bisa memisahkan fikiran dari materi sebagai prasyarat primernya. Marx mengatakan “ tidaklah mungkin untuk memisahkan pikiran dari materi yang berpikir. Materi adalah subyek dari semua perubahan”. Kemudian ditambahkan "dunia materiil, yang ditangkap indera termasuk diri kita sendiri, adalah satu-satunya kenyataan.... Kesedaran dan pemikiran kita, walaupun seolah di luar tangkapan indera, adalah hasil anggota tubuh jasmani yang materiil, yaitu otak. Materi bukan hasil kesedaran, tapi kesedaran itu sendiri hasil tertinggi dari materi". (Karl Marx, Pilihan Tulisan, Edisi Rusia, Djilid 1, hal. 332).
Materialisme Marxis berpendapat bahwa dunia dan hukum-hukumnya sepenuhnya bisa diketahui, bahwa pengetahuan kita tentang hukum alam, yang diuji dengan percobaan dan praktek, adalah pengetahuan yang benar karena memiliki kekuatan kebenaran objektif. Tidak ada sesuatupun di dunia ini yang merupakan tidak bisa diketahui, memang ada hal-hal yang belum diketahui, namun dengan kekuatan ilmu pengetahuan, suatu saat akan diketahui juga. Demikanlah materialisme Marxis sebagai filsafat ilmiah, mendasarkan kebenarannya pada pembuktian secara ilmiah. Satu demi satu hukum-hukum Materialisme Marxis dibuktikan kebenarannya oleh ilmu pengetahuan.

1. HUB MATERI DAN IDE
Dari mana datangnya ide yang benar
Orang materialis berpendapat bahwa hanyalah praktek sosial manusia saja yang menjadi ukuran kebenaran dari pengetahuannya tentang dunia luar Sebenarnya. pengetahuan manusia menjadi teruji hanya apabila dia di dalam proses praktek sosial (dalam proses produksi materiil, proses perjuangan klas dan percobaan ilmiah), mencapai hasil-hasil yang diharapkan. Jika manusia hendak mencapai sukses dalam pekerjaannya, yaitu, mencapai hasil-hasil yang diharapkan, maka dia harus menyesuaikan pikiran-pikirannya dengan hukum-hukum dunia objektif di sekelilingnya; jika pikiran-pikiran itu tidak cocok, maka dia akan gagal dalam praktek. Jika dia gagal dia akan menarik pelajaran dari kegagalannya, mengubah ide-idenya, guna disesuaikan dengan hukum-hukum dunia objektif dan dengan begitu baru bisa mengubah kegagalan menjadi sukses; inilah yanq dimaksudkan dengan "kegagalan adalah ibu sukses", dan dengan "jatuh kedalam lubang, suatu keuntungan dalam akal".
Teori materialisme dialektis tentang pengetahuan mengangkat praktek pada tempat pertama. berpendapat bahwa pengetahuan manusia sedikipun tidak dapat dipisahkan dari praktek, dan menolak semua teori yang tidak tepat yang tidak mengakui arti penting praktek atau yang memisahkan pengetahuan dari praktek. Demikianlah Lenin berkata. "Praktek adalah lebih tinggi daripada pengetahuan (teori) karena ia tidak hanya mempunyai nilai keumuman tapi juga nilai realitet yang langsung.[1]
Filsafat Marxis, yaitu materialisme dialektis, mempunyai dua ciri yang sangat menonjol: yang satu ialah watak klasnya, pernyataannya yang terang-terangan bahwa materialisme dialektis mengabdi kepada masa depan rakyat: hal lainnya ialah segi kepraktisannya, tekanannya pada ketergantungan teori pada praktek, tekanan pada praktek sebagai dasar teori yang sebaliknya mengabdi (diuji) kepada praktek. Dalam menimbang kebenaran pengetahuan atau teori, orang tak dapat hanya bergantung pada perasaan-perasan subyektifnya mengenai teori itu, tetapi pada hasil objektifnya di dalam praktek sosial. Hanyalah praktek sosial yang dapat menjadi ukuran kebenaran. Pendirian praktek adalah pendirian yang pertama dan pokok di dalam teori materialisme dialektis tentang pengetahuan.[2]
Tetapi bagaimana toh timbulnya pengetahuan manusia dari praktek dan sebaliknya mengabdi kepada praktek? Hal ini menjadi terang sesudah menilik sepintas lalu proses perkembangan pengetahuan.
Sebenarnya manusia, dalam proses praktek, melihat mula-mula hanya gejala-gejala dari berbagai segala sesuatu, segi-seginya yang terpisah-pisah, hubungan-hubungan luarnya. Misalnya, beberapa kawan sedang melakukan ISAK dan peninjauan; pada hari pertama atau kedua, mereka melihat topografi (perpetaan), jalan-jalan dan rumah yang mengelilingi sebuah kampus; menemui sejumlah orang-orang yang beraktivitas di kampus, mengunjungi mahasiswa di lembaga internal kampus,di kantin kampus, pertemuan-pertemuan petang hari dan rapat-rapat besar di BPK atau PK; mendengar berbagai macam pembicaraan dikalangan mahasiswa; dan membaca berbagai-bagai selebaran yang tertempel di mading atau beberapa dokumen-kesemuanya ini adalah gejala-gejala sesuatu yang ada, segi-segi yang terpisah-pisah dari segala sesuatu, hubungan-hubungan luar di antara segala sesuatu yang ada itu. Ini dinamakan tingkatan pengetahuan persepsi, yaitu, tingkatan dari persepsi–persepsi (penginderaan) yang di terima dan impresi' (kesan). Yaitu, berbagai segala sesuatu di kampus yang sedang kita investigasi, mengenai panca-indera para anggota rombongan peninjau itu, menimbulkan persepsi - persepsi pada mereka, dan meninggalkan dalam pikiran mereka banyak impresi, bersama-sama dengan suatu ide tentang hubungan-hubungan luar yang umum diantara impresi (kesan), ini adalah tingkatan pengetahuan yang pertama. Pada tingkatan ini, manusia belum bisa membentuk konsep-konsep yang mendalam atau menarik kesimpulan-kesimpulan yang sesuai dengan logika.
Karena praktek sosial terus berlangsung, maka berbagai hal yang menimbulkan persepsi'-persepsi dan impresi-impresi manusia selama dalam prakteknya yang diulangi berkali-kali; kemudian terjadilah suatu perubahan yang tiba-tiba (suatu lompatan) dalam proses pengetahuan dalam pikiran manusia, yang mengakibatkan timbulnya konsepsi-konsepsi. Konsepsi yang sedemikian itu tidak lagi merupakan hanya melihat gejala-gejala sesuatu, segi-seginya yang terpisah-pisah, atau hubungan-hubungan diluarnya, tetapi sudah mampu merangkum hakekatnya, keseluruhannya dan hubungan-hubungan di dalamnya (internnya). Konsepsi berbeda dengan persepsi tidak hanya secara kwantitatif tetapi juga secara kwalitatif. Berjalan terus lebih jauh dan menggunakan metode menimbang serta menarik kesimpulan, kita kemudian dapat menarik kesimpulan-kesimpulan yang sesuai denqan logika. Apa yang terjadi tentang situasi kampus kita yang kemudian mendorong kita untuk mengajak, “Mahasiswa sekarang di rugikan oleh kebijakan, karena itu mari kita berjuang” dengan mengerutkan kening orang mendapat siasat", atau dalam bahasa kita sehari-hari "nanti dulu, saya pikir ya" itu justru menunjukkan kepada prosedur manusia memakai konsepsi-konsepsi dalam pikirannya untuk membentuk pertimbangan-pertimbangan dan menarik kesimpulan-kesimpulan. Ini adalah tingkatan pengetahuan yang kedua.
Para anggota rombongan atau team ISAK itu, sesudah mengumpulkan berbagai macam bahan-bahan dan selanjutnya "memikirkan bahan-bahan itu", mereka bisa sampai pada keputusan berikut: "menetapkan program perjuangan massa, dengan memperkuat dan memperteguh kerja sama untuk mengucilkan musuh-musuh di kampus. ini adalah keputusan yang lahir dari analisis kongkrit dari situasi kongkrit kampus yang sungguh-sungguh, tulus dan jujur". Sesudah mengambil keputusan ini, mereka dapat menjalankan rencana/program untuk pembebasan mahasiswa dari ketertindasan dan lebih luasnya adalah pembebasan nasional demokratis, maju selangkah lebih jauh dan menarik kesimpulan berikut: “memperkuat dan memperteguh ormas demnas sebagai alat perjuangan massa yang sejati". Dalam seluruh proses pengetahuan manusia tentang sesuatu, konsepsi, pertimbangan dan kesimpulan merupakan tingkatan yang lebih penting, tingkat pengetahuan rasionil. Tugas pengetahuan yang sesungguhnya ialah mencapai pikiran melalui persepsi, mencapai pengertian secara berangsur2 tentang kontradiksi-kontradiksi intern dari segala sesuatu yang objektif, hukum-hukumnya dan hubungan2 intern dari berbagai-bagai proses yaitu mencapai pengetahuan yang logis. sebab mengapa pengetahuan yang logis itu lain dengan pengetahuan persepsi, karena pengetahuan persepsi adalah mengenai segi2 yang terpisah2, gejala2, hubungan-hubungan luar dari segala sesuatu; sedangkan pengetahuan logis mengambil langkah maju yang besar untuk mencapai keseluruhan, hakekat dan hubungan2 intern dari segala sesuatu ; menyingkapkan kontradiksi2 intern dari dunia sekeliling, dan oleh karena itu sanggup menangkap perkembangan dunia sekeliling dalam keseluruhannya, dalam hubungan-hubungan intern di antara semua seginya.
Teori materialis dialektis tentang proses perkembangan pengetahuan sedemikian itu, berdasarkan praktek dan mulai dari yang dangkal sampai pada yang dalam, tidak pernah diajukan oleh siapapun juga sebelum lahirnya Marxisme. Materialisme Marxis untuk pertama kalinya secara tepat memecahkan masalah proses perkembangan pengetahuan, menunjukkan baik secara materialis maupun secara dialektis proses pengetahuan yang mendalam, proses bagaimana pengetahuan persepsi berubah menjadi pengetahuan logis melalui praktek yang kompleks dan berulang2 secara tetap dari produksi dan perjuangan klas manusia dalam masyarakat. Lenin berkata: "Konsepsi yang abstrak mcngenai materi, tentang hukum alam, tentang nilai ekonomi atau sesuatu abstraksi ilmiah lainnya (yaitu yang tepat dan pokok" tidak palsu atau dangkal) mencerminkan alam secara lebih dalam, lebih sebenarnya dan lebih sepenuhnya".[3] Marxisme berpendapat bahwa ciri2 dari dua tingkatan proses pengetahuan itu ialah bahwa, pada tingkatan yang lebih rendah, pengetahuan itu menampakkan diri dalam bentuk persepsi, sedang pada tingkatan yang lebih tinggi ia menampakkan diri dalam bentuk logis; tetapi kedua tingkatan itu termasuk dalam satu proses pengetahuan yang tunggal. Persepsi dan akal adalah berlainan sifatnya, tetapi tidak terpisah satu dengan lainnya, mereka dipersatukan atas dasar praktek.

Ide mempunyai peranan memimpin perkembangan sebuah matreri
Apabila kita sampai di sini, apakah proses pengetahuan sudah selesai? Jawaban kita: ya dan tidak. Apabila manusia dalam masyarakat mencurahkan diri pada praktek mengubah suatu proses obyektif tertentu pada tingkatan perkembangannya tertentu (apakah mengubah proses alam atau proses sosial), maka dengan pencerminan proses obyektif itu dalam pikirannya dan dengan berlakunya aktivitet subyektifnya sendiri, dia dapat memajukan pengetahuannya dari yang bersifat persepsi sampai pada yang rasionil dan melahirkan ide-ide, teori-teori rencana-rencana atau program-program yang pada umumnya cocok dengan hukum-hukum dari proses obyektif itu; dia kemudian mempraktekkan ide-ide, teori-toeri, rencana-rencana atau program ini dalam proses objektif yang sama itu: dan proses pengetahuan mengenai proses yang kongkrit ini dapat dianggap sebagai sudah selesai. jika dia melalui praktek dalam proses objektif itu, dapat mewujudkan tujuannya yang ditetapkan lebih dulu yaitu jika dia dapat mengubah atau pada umumnya mengubah ide-ide, teori-teori, rencana-rencana atau program-program yang ditetapkan lebih dulu itu menjadi kenyataan. Misalnya, dalam proses mengubah alam, seperti dalam pelaksanaan rencana pembangunan mesin-mesin, pengujian hipotesa ilmu, pembikinan perkakas atau alat-alat, pemungutan hasil-bumi; atau dalam proses mengubah masyarakat, seperti dalam kemenangan suatu pemogokan, kemenangan suatu peperangan, pelaksanaan rencana pendidikan-kesemuanya ini dapat dianggap sebagai perwujudan tujuan-tujuan yang ditetapkan lebih dulu. Tetapi berbicara secara umum, baik dalam praktek, mengubah alam maupun mengubah masyarakat, ide-ide, teori-teori, rencana, atau program-program orang yang asli jarang yang dilaksanakan tanpa sesuatu perubahan apapun. Ini adalah karena orang-orang yang melakukan pengubahan realitet menderita banyak pembatasan-pembatasan: mereka terbatas tidak hanya dalam syarat-syarat ilmu dan teknologi, tapi juga dalam tingkat perkembangan dan penyingkapan proses objektif itu sendiri (dalam kenyataan bahwa segi-segi dan hakekat dari proses objektif itu belum disingkapkan sepenuhnya). Dalam keadaan sedemikian itu, ide-ide, teori-teori, rencana-rencana atau program-program seringkali diubah sebagian dan kadang-kadang bahkan diubah sama-sekali bersama-sama dengan didapatnya hal-hal yang tak tersangka-sangka selama dalam praktek. Artinya, ada terjadi bahwa ide-ide, teori-teori, rencana-rencana atau program-program yang asli sebagian atau seluruhnya bisa tidak sesuai dengan realitet dan sebagian atau sama-sekali tak tepat. Dalam banyak hal, kegagalan harus diulangi beberapa kali sebelum pengetahuan yang salah dapat dibetulkan dan dibikin cocok dengan hukum-hukum proses objektif, sehingga hal-ikhwal yang subyektif dapat diubah menjadi hal-ikhwal yang objektif, yaitu hasil-hasil yang diharapkan dapat dicapai dalam praktek. Tetapi bagaimanapun juga, pada titik sedemikian itu proses pengetahuan manusia tentang suatu proses objektif tertentu pada tingkatan perkembangannya yang tertentu dipandang sebagai sudah selesai.
Akan tetapi mengenai proses pengetahuan manusia tidak bisa ada habisnya. Karena setiap proses, baik dalam dunia alam maupun dunia sosial, maju dan berkembang melalui kontradiksi-kontradiksi dan perjuangan-perjuangan internnya, maka proses pengetahuan manusia mesti pula maju dan berkembang sesuai dengan itu. Dalam hubungan dengan gerakan sosial, seorang pemimpin yang betul-betul progresif tidak hanya harus cakap dalam membetulkan ide-ide, teori-teori, rencana-rencana atau program-programnya apabila kedapatan salah, seperti telah kita lihat, tapi juga dia harus cakap, apabila suatu proses objektif tertentu sudah maju dan berubah dari satu tingkatan perkembangan ketingkatan perkembangan lainnya, membikin dia sendiri dan semua kawan-kawan progresif memajukan dan meninjau-kembali ide-ide mereka yang subjektif sesuai dengan itu, artinya, dia harus mengusulkan tugas-tugas aktifis maju baru dan program-program kerja baru sesuai dengan perubahan-perubahan dalam situasi baru itu. Situasi-situasi berubah dengan sangat cepatnya dalam periode tertentu misalnya gerakan massa sudah men ingkat; kalau pengetahuan kaum progresif tidak berubah dengan cepat sesuai dengan situasi yang telah berubah itu, maka mereka tidak dapat memimpin perubahan menuju kemenangan.
Akan tetapi seringkali terjadi bahwa ide-ide ketinggalan di belakang kejadian-kejadian yang sesungguhnya; ini adalah karena pengetahuan manusia terbatas oleh banyak syarat-syarat sosial. Kita menentang orang-orang kepala batu di dalam barisan-barisan anggota kita yang ide-idenya, tidak bisa maju bersama-sama dengan perubahan keadaan-keadaan obyektif, menyatakan diri menurut sejarah sebagai oportunisme kanan. Orang-orang ini tidak melihat bahwa perjuangan-perjuangan yang timbul dari kontradiksi-kontradiksi sudah mendorong maju proses obyektif, sedang pengetahuan mereka telah berhenti pada tingkatan lama. Ini mensifatkan ide-ide semua orang kepala batu. Dengan ide-ide mereka yang tercerai dari praktek sosial, mereka tidak dapat berguna untuk membimbing kereta massa yang sudah berani berdemonstrasi dimana-mana; mereka hanya dapat membuntut dibelakang kereta dengan mengomel katanya keretanya berjalan terlalu cepat dan berusaha menyeretnya kebelakang serta menyuruhnya berjalan ke jurusan yang berlawanan.
Materi tidak boleh didiamkan Peranan ide/theori memimpin, Mengarahkan perkembangan dan perubahan materi tersebut, Disinilah pengertian ide tidak bersifat pasif tapi justru sebaliknaya harus bersifat aktif mendorong kemajuan materi tersebut, karena theori mempunyai fungsi untuk memajukan praktek dan menyinari/memandu praktek, ibarat orang berjalan pada malam hari theori seperti lampu penerangnya, maka sangat tepat jika kawan Vladimir ilyich berpendapat bahwa tidak ada praktek revolusioner tanpa di pandu theori revolusioner, begitu besarnya peranan theori sebagai pimpinan praktek

Materi------------------Ide--------------------Materi
Praktek----------------Theori----------------Praktek
Massa------------------Pimpinan-------------Massa

2. KESALING HUBUNGAN MATERI
- Saling Hubungan Organis (Materi Sebagai Kesatuan Organis)
Materialisme Dialektik memandang materi sebagai keseluruhan yang saling berhubungan dan utuh. Materi memiliki gejala yang secara organik saling-berhubungan, saling bergantung dan saling menentukan. Hubungan tersebut tak terpisahkan antara sebuah materi dengan gejala disekelilingnya. Kesehatan manusia akan dipengaruhi juga oleh kondisi alam, demikian juga kelakuan manusia akan mempengaruhi kondisi alam, dan juga akan mempengaruhi kehidupan binatang dan tumbuhan. Begitu juga binatang dan tumbuhan akan mempengaruhi hidup manusia, dan kelangsungan hidup binatang dan tumbuhan dipengaruhi oleh kelakuan manusia.
Maka jelaslah bahwa materialisme dialektik berbeda dengan materialisme metafisik yang melihat materi dalam keadaan diam dan tetap. Juga berbeda dengan materialisme mekanik yang memandang gerak materi adalah gerak yang tetap (seperti mesin).
Materilaisme dialektik melihat kenyataan yang ada bukan sebagai tumpukan semata, namun saling berhubungan secara organis satu sama lain dan terus menerus bergerak. Bergeraknya satu kenyataan, akan memperngaruhi gerak kenyataan yang lain.

- Saling Hubungan Menentukan
Saling hubungan menentukan adalah hubungan yang paling hakiki, yang menentukan ada tidaknya segala sesuatu atau keberadaan sesuatu itu sendiri. Hakekat keberadaan segala sesuatu karena sesuatu merupakan hubungan menentukan Munculnya buruh ditentukan oleh ada tidaknya kapitalisme. Antara kemunculan kapitalisme yang menindas dan buruh yang tertindas merupakan hubungan menentukan.

- Relasi Hubungan Pokok dan Non Pokok
Dalam setiap gejala dan kenyataan (materi), akan saling mempengaruhi satu sama lain, namun hubungan tersebut harus dilihat dalam derajatnya masing-masing. Dalam beberapa kenyataan, ada bermacam-macam pertentangan juga yang terjadi. Pokok atau tidak pokok, kan ditentukan oleh posisi dan kedudukannya.
Hubungan pokok adalah hubungan yang berkaitan langsung dengan pokok pertentangan, misalnya antara Mahasiswa dengan birokrasi kampus. Kedua kelompok ini saling berhadapan, perubahan secara pokok akan ditentukan oleh bangkit atau tidaknya mahsiswa. Faktor determinan (menentukan) adalah seberapa kuat gerakan Mahasiswa akan bangkit. Hubungan pokok akan menentukan factor pokok, factor pokok akan menentukan perubahan.
Sedangkan hubungan non pokok adalah hubungan dengan faktor diluar itu, yang akan mendukung perubahan. Misalnya mahasiswa, petani, professional, dll. Hubungan antara Mahasiswa dengan buruh, professional, dll itu merupakan hubungan non pokok, sehingga melahirkan factor non pokok. Artinya derajat hubungan mahasiswa dengan buruh, professional, dll hanya akan memberi pengaruh pada perubahan tersebut, bukan menentukan perubahan.

- Saling Hubungan Keharusan dan Kebetulan
Hubungan keharusan adalah hubungan yang tidak boleh tidak, atau tidak bisa ditiadakan. Kemenangan kaum tertindas, adalah karena terbangunnya kekuatan yang tangguh dan padu melawan kaum penindas.
Sedangkan hubungan kebetulan adalah kenyataan-kenyataan yang keberadaannya tidak menentu, bisa ada atau tidak. Atau merupakan pertemuan dua keharusan. Jika sebuah kenyataan muncul, maka ia akan memberi pengaruh, namun jika tidak, tidak akan menghilangkan kenyataan yang telah ada. Kapitalisme memerlukan sumber alam untuk dieksploitasi, rakyat pedalaman juga memerlukan untuk hidup. Keduanya memiliki hubungan keharusan. Kapitalis harus mencari sumber alam, rakyat pedalaman harus menjaga alamnya. Jika bertemu, akan terjadi sengketa. Kedua keharusan tersebut bertemu dan akan mempengaruhi keduanya. Jika sumberdaya alam terdapat di tempat lain, pertentangan tersebut juga terjadi di tempat lain. Mengenai pertanyaan “mengapa sumberdaya alam tertentu terdapat di tempat tertentu, ini bukan kebetulan (dijelaskan oleh ilmu alam; kondisi tersebut merupakan perwujudan alam yang material). Ini membuktikan tidak adanya kenyataan yang tidak material.

3. MATERI BERGERAK DAN BERKEMBANG
Alam dan seisinya tidaklah berada dalam keadaan diam dan statis, melainkan terus menerus bergerak dan berubah, menuju pada kondisi baru. “Tidak ada sesuatupun yang diam di dunia ini”. Lapisan bumi senantiasa bergeser, anak gunung Krakatau setelah meletus terus meninggi, dll. Walaupun kita melihat benda, sebuah buku misalnya, walaupun buku itu tergeletak di rak, namun partikel didalamnya terus bergerak, electron-elektron di buku itu terus bergera, berotasi mengelilingi positron. Materi senantiasa rontok dan mati, timbul dan berkembang. Karena itu metode dialektis menghendaki, supaya gejala-gejala dilihat juga dari sudut gerak, perubahan, perkembangan, kelahiran dan kematiannja. Metode dialektis tidak menganggap penting apa yang pada saat tertentu kelihatan tahan lama, tetapi apa yang sedang tumbuh dan berkembang, sekalipun pada saat tertentu mungkin nampaknya tidak tahan lama, karena metode dialektis memandang yang abadi hanyalah apa yang sedang tumbuh dan berkembang.

Materialisme dialektik memandang bahwa eksistensi materi, hanya ada ketika dia bergerak. Gerak adalah bentuk eksistensi (keberadaan dalam ruang dan waktu) materi. Materi adalah sebuah keberadaan dalam ruang dan waktu, bahkan waktu terus bergerak. Artinya keberadaan segala sesuatu ditentukan oleh geraknya mengikuti waktu.
4. MATERI BERGANTUNG PADA RUANG DAN WAKTU
Dengan prinsip segala sesuatu berada dalam keadaan senantiasa bergerak dan berkembang, konsekuensinya adalah hilangnya yang lama dan tumbuhnya yang baru. Maka tidak ada sesuatupun atau gejala apapun yang sama persis dalam ruang dan waktu yang berbeda. Adanya kondisi yang terus berubah, akan mempengaruhi segala hal. Adanya gerak dalam setiap materi dan kenyataan, juga akan melahirkan kondisi baru. Cara berpikir dan tingkah laku kita akan berupah dari kanak-kanak, menjadi remaja dan dewasa, ini karena perbedaan kondisi, ruang dan waktu. Dalam hitungan detik, unsur kimia bisa bereaksi dan berubah, vitamin A dan C jika dipanaskan akan berubah, mungkin hancur.
Seperti prinsip di atas, segala materi memiliki gerak dalam ruang dan waktu. Dan factor luar akan memberi pengaruh. Maka segala kondisi materi tidak lain adalah terus berubah menurut kondisi, ruang dan waktu. Bahkan sebuah benda tidak akan pernah sama dengan dirinya sendiri. Jika kita mengatakan bahwa materi sama dengan dirinya sendiri, maka kita menafikkan keberadaan waktu yang terus berjalan, atau ruang yang selalu berbeda. Dengan begitu, hukum dialektik mengatakan, perubahan yang terjadi dalam setiap materi tidak akan pernah kembali pada posisi semula, tidak ada dua kondisi yang sama persis. Gerak perubahan yang terjadi akan selalu mengalami peningkatan secara kualitatif. Inilah perbedaan utama materialisme dialektik dengan materialisme mekanik. Materialisme mekanik mengakui adanya gerak materi, namun gerak itu berupa siklus, yang akan kembali pada kondisi semula (berputar seperti halnya mesin). Materialisme mekanik juga tidak memahami adanya hubungan antar setiap kenyataan, gejala, materi yang ada, masing-masing dilihat secara terpisah.
Materialisme dialektik melihat bahwa gerak yang terjadi, selalu menglami peningkatan kualitatif dan tidak akan pernah kembali pada kondisi semula. Walaupun ada dua kondisi yang kelihatannya sama, itu hanyalah dalam beberapa hal saja, karena secara kualitatif berbeda. Walaupun Indonesia pernah menerapkan system multi partai, kemudian disederhanakan oleh Sukarno, dan disederhanakan lagi oleh Suharto menjadi sangat ketat, kemudian setelah itu dimasa reformasi kembali lagi banyak partai, namun kondisinya berbeda antara sekarang dengan dulu (orla). Secara kualitatif, partai yang sekarang ada jelas berbeda, system pemilu berbeda, kampanye parpol berbeda, peta politik berbeda dan mekanisme politiknya berbeda secara kualitatif.

5. GERAK MATERI ADALAH GERAK MANDIRI

Dialektika berpendapat bahwa semua materi, memiliki gerak internal (energi sendiri) yang menggerakkan perubahan dari dalam (walaupun tidak dipungkiri juga adanya pengaruh dari luar dalam kaitannya dengan saling berhubungan diatas). Diatas telah disebutkan bahwa eksistensi materi adalah gerak dan gerak adalah materi. Maka sudah tentu, setiap materi akan bergerak secara mandiri sebagai factor pokok penentu eksistensi materi. Factor luar pengaruhnya hanya mendorong atau mempengaruhi gerak, bukan factor pokok dari adanya gerak materi itu sendiri.
Gerak mandiri dalam ini diakibatkan karena adanya pertentangan (kontradiksi) yang berasal dari dalam diri sendiri. Kontradiksi/pertentangan ini disebut kontradiksi internal yang merupakan sumber proses perkembangan (gerak mandiri). Gerakan elektron mengelilingi positron (inti atom) dalam setiap benda disebabkan karena adanya proses tarik menarik (kontradiksi) antara muatan positif dan negatif. Munculnya bentuk masyarakat kapitalisme karena pertentangan antara kaum feudal dan borjuasi. Perubahan sikap dan perilaku kita karena pertentangan dalam diri kita ketika melihat berbagai persoalan. Gerak ini akibat adanya pertentangan antara yang mati dan tumbuh, positif dan negatif, baik dan buruk, lama dan baru, kanan dan kiri, dsb.

E. KEGUNAAN FILSAFAT
Jika seorang hendak mengetahui segala sesuatu atau macam-macam hal secara langsung, maka hanya dengan turut sertanya secara langsung dalam praktek perjuangan konkret untuk mengubah realitas,dan untuk mengubah sesuatu hal atau macam-macam hal tersebut, dia dapat mengadakan kontak dengan gejala dari hal–hal tersebut atau macam-macam hal tersebut; dan dengan turut serta dalam praktek perjuangan konkret untuk mengubah realitas, dimana dia secara pribadi turut serta, maka dia akan mampu mengungkapkan hakekat dari sesuatu hal itu atau macam-macam hal tersebut dan kemudian memahaminya.
Inilah jalan menuju ke pengetahuan yang sesungguhnya yang dilalui oleh setiap orang, hanya beberapa orang saja, yang sengaja memutarbalikkan sesuatu hal dan mendalilkan sebaliknya. Orang yang paling menggelikan di dunia ialah "orang yang merasa paling pintar" yang sesudah memperoleh sedikit pengetahuan tanpa pernah membuktikan kebenarannya dengan cara mempraktekannya sudah memproklamasikan dirinya "orang nomor satu dan paling pintar di dunia", ini hanyalah akan menunjukkan.bahwa dia belum mengukur dirinya dengan selayaknya. Soal pengetahuan adalah soal ilmu, dan disini tidak boleh ada ketidakjujuran dan kesombongan barang sedikitpun: yang dibutuhkan adalah pasti kebalikannya--sikap jujur dan rendah hati. Artinya jika orang hendak memperoleh pengetahuan, orang harus turut serta dalam praktek mengubah kenyataan. Kalau orang hendak mengetahui rasanya “memimpin aksi” maka orang harus mempraktekannya dengan mau melaksanakanya sendiri. Jika orang hendak mengetahui komposisi dan sifat-sifat atom orang harus melakukan percobaan dalam fisika dan kimia untuk mengubah keadaan atom. Jika orang hendak mengetahui teori dan metode perubahan orang harus turut serta dalam upaya upaya untuk mewujuudkan perubahan itu sendiri. Semua pengetahuan yang sejati berasal dari pengalaman yang langsung. Tetapi manusia tidak akan mempunyai pengalaman langsung dalam segala-galanya; sebenarnya, sebagian besar dari pengetahuan kita berasal dari pengalaman yang tak langsung, misalnya, semua pengetahuan tentang zaman purbakala dan neger-negeri asing. Bagi orang-orang zaman purbakala dan orang, asing, pengetahuan itu berasal dari pengalaman langsung: kalau, sebagai pengalaman langsung dari orang-orang zaman purbakala dan orang-orang asing, pengetahuan itu memenuhi syarat "abstraksi secara ilmiah" seperti yang disebutkan oleh Lenin, dan secara ilmiah mencerminkan sesuatu hal yang objektif, maka pengetahuan itu dapat dipercaya dan di pertanggungjawabkan, kalau tidak ia bukan pengetahuan yang dapat dipercaya. Maka dari itu pengetahuan manusia terdiri dari dua bagian lain, dari pengalaman langsung dan pengalaman tak langsung. apa yang merupakan pengalaman tak langsung seseorang sebaliknya merupakan pengalaman langsung bagi orang lain Karena itu, mengambil pengetahuan harus secara keseluruhannya, karena pengetahuan macam apapun tidaklah terpisahkan dari pengalaman dan praktek langsung.

--ooo000ooo—

Persentasi
Pada Pendidikan Pimpinan FMN Cab Lotim
Oleh
M.ZAINUL KIROM